Sebuah Pengkhianatan
Oleh : Farhatul Aini
Punya
sahabat sejati memang keinginan semua orang, terutama aku “Effie
Edwina Sista” yang kata mamah papah si arti namaku berarti teman yang
berharga, jujur dan mulia. Rasanya aku sangat bersyukur punya nama
tersebut, karena sepertinya aku melihat cerminan dari nama ku itu, Zara
dia adalah sahabat yang selalu ada, disaat senang, sedih, ketika ada
kebahagiaan kita saling berbagi, ketika ada duka kita saling
mengasihi. Dia sepeti bagian hidup dalam hidupku.
Kami bersahabat dari awal masuk SMP dan sampai
sekarang kami kelas 2 SMA, beruntungnya aku sejak SMP sampai SMA
selalu sekelas dengan Zara itulah yang membuat aku dan Zara menjadi
sahabat dekat. Tetapi di kelas 2 ini kami tidak sekelas karena kami
masuk jurusan yang berbeda, aku masuk jurusan IPS dan Zara masuk
jurusan IPA. Zara bagiku sangat baik walaupun dia sering mempermainkan
laki-laki, bahkan sampai menangis berlutut dihadapannya, bisa
dikatakan dia tidak punya perasaan. Apapun yang dia inginkan asal dia
senang dia akan melakukannya. Beda sekali denganku menyakiti laki-laki
saja rasanya aku tak tega apalagi membuatnya sampai menangis karnaku.
* * *
Waktu
sudah pukul 06.45, oh tidak aku akan terlambat. Aku turun dari mobil
Ayahku yang mengantarku sampai depan gang sekolah. Aku langsung menuju
gerbang, gerbang sekolahku cukup jauh mobil Ayah tidak muat. Aku
harus berlari dan tiba-tiba terasa ada senggolan, aku tersungkur, semua
buku cetak yang ada ditangan tiba-tiba berantakan di aspal. Aku
langsung terbangun dan membereskan buku-bukuku ternyata aku tidak
sendirian di situ, ada seorang laki-laki yang ikut membantuku dan dia
berkata “maaf aku ga sengaja, aku sudah terlambat aku harus mendatangi
guru piket“. Belum aku bicara, setelah selesai membereskan buku dia
melesat pergi begitu saja. Kesal sekali padahal banyak kata-kata yang
ingin ku lontararkan. Tapi mulutku bungkam ketika melihat wajahnya.
Tampan sekali, hampir satu menit aku tediam di jalan seperti orang
bodoh. Setelah sadar dari lamunan, aku melanjutkan lari menuju
kelasku. Tidak terjadi apa-apa guru di kelasku belum masuk.
Pelajaran pertama berjalan dengan lancar, aku
dan Zara pergi ke Kantin untuk mancari makanan, mengisi perut yang
sudah lama protes. Walaupun kita tidak sekelas tetapi dimana ada Zara
disitu ada aku. Ketika kami sedang duduk santai, tiba-tiba mataku
tertuju pada satu arah disana. Orang itu, yang tadi pagi membuat
buku-buku cetak ku berantakan.
“hei
kenapa kau melamun seperti itu ?” Tanya Zara
“za dia sangat tampan.” Jawabku
“siapa?” Tanya Zara penasaran
“dia, rambutnya yang hitam begitu menawan,
bentuk tubuhnya yang seperti manekin pria, senyumnya manis, lesung
pipinya menambah kesempurnaan.” jawabku sambil menunjuk pria yang
sedang berjalan itu.
Tapi Zara melihatnya
dengan kaget dan raut mukanya yang tidak biasa.
“oh dia anak baru di kelasku, kamu naksir?” Jawab Zara dengan
raut yang tak biasa dan aneh
“ya ra aku naksir,
sepertinya dia bisa mengobati luka traumaku.”
Aku memang sudah lama mengalami trauma cinta,
sejak putus dengan Kevin pacarku ketika aku duduk di kelas 1 SMA, aku
seperti mati rasa, tidak pernah mengalami perasaan suka lagi, apalagi
cinta, tapi kini aku seperti menemukan sesuatu yang baru dalam
hidupku.
“ baiklah akan aku carikan informasi tentang dia buat sahabatku yang sangat tergila-gila ini.” ledek Zara
“ baiklah akan aku carikan informasi tentang dia buat sahabatku yang sangat tergila-gila ini.” ledek Zara
“Terimakasih sahabatku”
Zara
memang paling mengerti tentang apa yang aku mau, aku yakin segera dia
akan mendapatkan banyak informasi tentang cowok ganteng itu, karena
dia banyak dekat dengan geng laki-laki di sekolah kami, diapun bisa
mencari informasi dengan mudah.
* * *
Keesokannya Zara sudah mendapatkan informasi
tentang dia, bahkan bukan hanya sekedar informasi kecil, namun seperti
biodata lengkap. Namanya Brian Lutfy Sananta, dia anak baru di kelas
XI IPA 5, dia pindahan dari Banten, rumahnya tak jauh dari sekolah,
Dia pindah karena tugas orangtuanya, tapi yang paling aku terkejut dia
menyebutkan Brian sangat menyukai warna coklat. Ko Zara bisa secepat
itu tau warna kesukaannya, padahal dia baru sekolah sehari apa mungkin
perkenalan di kelasnya sedetail itu ? tapi aku tak terlalu
memikirkannya.
Hari
ini pulang sore, karena ada tambahan jam eskul. Aduh biasanya sore
begini ayah telat jemput, aku menunggu di Halte depan sekolahku. Tak
berapa lama kemudian, cowok tak asing lagi bagiku. Yaa Brian Lutfy
Sananta, dia baru saja keluar dari gerbang sekolah dan dia akan lewat
di depanku, rasanya jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.
Tapi tak hanya sekedar lewat, dia berhenti di depan saat mata ku
memandangnya dengan lurus .
“hei,
belum pulang ?” Tanya dia dengan ramah diiringi senyuman.
“belum ,tadi ada jam eskul, kamu sendiri baru
pulang ?”
“ yaa tadi masih mengurus
kepindahanku, oh iya maaf ya kemaren aku tidak sengaja menabrakmu aku
langsung kabur begitu saja, soalnya aku sedang buru-buru, bagaimana
kalau menebus kesalahanku aku menemanimu menunggu jemputan ? “
Aku seperti sedang bermimpi, orang yang sedang mengisi hatiku
ada di depanku, apa yang ingin ku katakan rasanya semuanya membisu,
aku tak mampu berkata-kata .
“baiklah“
aku jawab dengan sangat bersemangat J
Tak
terasa waktu memang berputar cepat, jemputanku sudah datang aku harus
mengakhiri perbincangan ku dengan Brian padahal aku ingin lebih lama
bersamanya. Sejak pertemuan pertama kami, kami jadi sering bertemu dan
mengobrol, bahkan kami sudah bertukar nomer hp, kadang setiap ada
waktu kami sering telfonan hanya sekedar mengobrol. Sepertinya dia bisa
menjadi teman yang asik.
* * *
Sudah lama aku ingin menceritakan kedekatanku
dengan Brian kepada Zara tapi akhir-akhir ini dia sibuk, bahkan kami
jarang sekali bertemu, aneh rasanya seperti Zara sedang menjaga jarak
denganku. Tapi aku dengar-dengar kini dia sedang dekat dengan teman
sekelasnya,ohh… ketika mendengar berita itu pikiranku menyeruak apakah
BRIAN LUTFY SANANTA? jika itu terjadi rasanya hatiku tidak ingin lagi
jatuh cinta, aku pasti akan mengalami mati rasa yang kesekian kalinya,
aku tidak ingin mempunyai sahabat lagi, bahkan ketika telingaku mampu
mendengar aku ingin tuli saja, aku ingin tusukkan ujung pisau yang
tajam dari belakang di hati sahabatku. ahh pikiranku memang gampang
berlebihan, tak mungkinlah sahabat baik seperti Zara tega seperti itu .
Hari minggu, aku ingin mengajak Zara ke mall
karena sedang ada big sale, biasanya kami memang tak mau kelewatan
belanja jika ada big sale. Tapi yang buat aku kecewa dia tak mau
menemaniku, dia bilang ada acara . hmm yaa sudah aku akan mengajak
Randy saja. Dia tetangga ku yang paling baik hati. Cowok ganteng yang
terlalu baik dengan ku. Tapi sayang usia kami terpaut jauh, aku hanya
menganggapnya sebagai kaka, walaupun kadang perhatianya berlebihan
buat seorang kaka.
Akhirnya setelah aku bujuk dengan rayuan paling manisku ka Randy pun
tidak berfikir panjang untuk bersedia mengantarku. Kami pergi tepatnya
jam 03.00 sore, kamipun langsung menuju mall sasaran yang mengadakan
big sale dengan menggunakan motor ninjanya yang bermodif keren
berwarna coklat .
Kami
memutuskan untuk makan terlebih dahulu, sebelum berburu baju, tas,
sandal dan accecories lainnya.
Hei apa
yang aku lihat, dengan siapa Zara asik mengobrol tertawa-tawa lepas,
seorang laki-laki yang aku kenal, tak asing lagi, dia adalah Brian
Lutfy Sananta. Apa yang Zara lakukan dengannya ? kakiku berhenti tak
mampu melanjutkan langkahku. aku lemas seperti tak berdaya disitu.
Ingin aku rasanya berhenti mendengar tawanya yang begitu menunjukan
tawa bahagia, ingin rasanya aku menutup mataku rapat agar tidak
melihat kemesraan yang mereka buat, ingin kutusukkan ujung pisau yang
tajam lalu ku tancapkan di tengah bagian hatinya, ku cabik robek
hingga tak tampak seperti hati, karena dia adalah orang yang tak
pantas punya hati, hati yang kotor namun ku kira ia bersih, hati
seorang ZARA VELYC ANDIN.
Disaat
air mataku tak mampu menahan balutan lukaku, ditanganku seperti ada
rasa lembut menyelimuti, ya ka Randy sepertinya dia sedekit mengerti
apa yang aku rasakan karena diapun melihat kebersamaan Zara dengan
lelaki itu. Ka Randy mengenal betul kepribadianku, seperti dia adalah
cerminan dari diriku. Tak berkata-kata Ka Randy langsung menarik
tanganku menuju Cafe, akupun seperti boneka mainan yang sedang
dikendalikan pemiliknya, tanpa mengelak aku langsung berjalan.
Di Cafe aku menceritakan semua yang terjadi,
tapi ka Randy seperti menenangkan hatiku, air martaku yang tadi
menetes kian terhapus. Kata-kata nasehatnya yang begitu menyentuh
mampu mengembalikan suasana. Setelah berbelanja puas ka Randy
mengatarku pulang.
* * *
Setelah kejadian itu hatiku selalu diselimuti
kegalauan, aku belum mampu melihat wajah Zara si pengkhianat itu.
Ketika pulang sekolah tiba-tiba Zara ada di depan kelasku, oh tidak itu
pertama kali aku melihat muka pengkhianat seperti tak berdosa itu
menampakkan senyum manisnya, harus berkata apa aku ? apakah aku harus
marah ? mencabik-cabik mukanya ? dan tiba-tiba dari arah berlawanan,
Brian menghampiri kami, oh pembawa luka satu datang lagi. Zara tampak
bingung dan gemeteran seperti sedang mengalami ketegangan saat
menghadapi ujian nasional saja. Tapi yang terfikirkan oleh ku adalah
tidak meluapkan semua emosiku.
“Zara tenang saja aku
sudah tau semua “
“ tau apa ? “
“kau berpacaran bukan dengan Brian ?“
Itu kata terakhirku lalu pergi meninggalkan mereka
Zara mengejarku begitupun Brian, Sampailah kita di taman
sekolah, Zara menyuruhku berhenti, ya aku turuti saja permintaan
pengkhianat itu tapi mungkin untuk terakhir kalinya.
Zara menjelaskan semuanya, bahwa dia dengan
Brian memang bukan teman biasa, sebelum Brian pindah dia adalah teman
Zara sejak kecil ketika tinggal di Banten, bahkan mereka sempat
menjalin hubungan, ketika Zara pindah mereka lost contact, dan kini
cinta yang dulu dipertemukan kembali. Tapi pertemuan yang tidak tepat,
membuat mereka harus berkhianat, Zara menutupinya dariku karena dia
tak ingin melihatku meraskan sakit hati lagi.
Tapi kini, aku merasakan sakit yang amat
melebihi sakitku dikhianati cinta, sakit dikhianati orang yang sangat
dipercaya. Sejak itu aku memutuskan tidak akan ada permusuhan, biar
saja aku mengalami sakit karena sakit ini aku yang membuatnya sendiri,
berfikir kembali ketika awal pertemuan dengan Brian, kalau saja aku
tidak telat saat itu, tidak akan aku merasakan sakit hati sekarang.
Aku memutuskan untuk tetap berteman dengan
Zara walaupun dia tidak akan aku anggap lagi sebagai sahabatku, karena
seorang sahabat tak akan mungkin melukai hati sahabatnya dengan
sengaja. Dan Brian dia hanyalah sepenggalan cerita kecil yang mengotori
hatiku, dan membuat luka yang amat mendalam.
-the end-
Fb : Farhatul.aini@yahoo.com
twitter : @ainibarnessa
E-mail :
ainibarnessa@yahoo.co.id
sumber :http://gen22.blogspot.com/2011/10/cerpen-sebuah-pengkhianatan.html
0 comments
Post a Comment
Mari tinggalkan komentar yang baik dan benar