[Dayilmu.blogspot.com]
Sudah sepantasnya umat Islam menghidupkan kembali syiar-syiar Islam. Jika tidak tradisi Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Toh, kita semua ini manusia yang harus taat dan menjunjung tinggi aturan Allah. Tidak ada alasan untuk menafikan syiar-syiar Islam. Pantaskah kita menenggelamkan syiar Islam dan menghidupkan syiar budaya Barat?
Muftahuddin H. Lidan, Serambinews.http://yasirmaster.blogspot.com/
TAK terasa waktu terus berlalu
dan kita sampai di penghujung tahun. Beberapa saat lagi tahun 2011 akan
menjadi kenangan dan tahun 2012 akan menyambut kita semua. Malam
pergantian tahun baru masehi sangat ditunggu-tunggu oleh semua
kalangan. Tidak saja dibelahan bumi lain seperti di Eropa dan Amerika ,
masyarakat kita juga sibuk dan sangat menanti-nantikan malam pergantian
tahun tersebut.
Berbeda halnya dengan
pergantian tahun baru hijriah, banyak masyarakat yang
tidak merayakannya, bahkan sekadar tahu saja mereka mungkin tidak.
Memang perayaan tahun baru hijriah tidak dituntut untuk merayakannya
dengan menyalakan kembang api, meniup terompet, ataupun kumpul di pusat
kota dengan tujuan yang tidak jelas. Tetapi lebih kepada bagaimana
memaknainya.
Kita lebih dituntut untuk
merefleksikan apa yang telah kita lakukan pada tahun sebelumnya, dan
diharapkan lebih baik pada tahun selanjutnya. Sungguh ironis, hal
tersebut terjadi di bumi Aceh yang mayoritas penduduknya beragama Islam .
Masyarakat lebih mengenal dan menantikan detik-detik pergantian tahun
baru masehi.
Melihat fenomena tersebut,
penulis merasa tergugah untuk sedikit mengupas sejarah dan pandangan
Islam terhadap tahun baru masehi.
Sejarah tahun baru masehi
Sejak Abad ke-7 SM bangsa
Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender
ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali
perubahan. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap
munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret)
sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM KaisarJulius Caesar mengganti kalender
tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1)
Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius,
7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12)
December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan
“Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli).
Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Pada tahun 45 SM Kaisar
Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama,
karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu
dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi
menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus.
Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Kedua, karena 1 Januari jatuh
pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul
diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Di bulan Februari
konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi
yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang
Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun
Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Pandangan Islam
Firman Allah SWT dalam surah
al-Furqan ayat 72, yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan
persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui
(saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Dalam ayat tersebut terdapat kata
“al-Zur” (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah). Menurut Ulama
Tafsir, maksud al-Zur adalah perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Kasir,
6/130). Jelas dari pada ayat ini Allah melarang kaum muslimin
menghadiri perayaan kaum muyrikin.
Hadis Sahih al-Bukhari dan
Muslim berikut ini, sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya
bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha)
adalah perayaan kita”. Oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan
maksud hadis tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada
perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul
Bari, 3/371).
Dalam adat masyarakat Aceh yang
identik dengan nilai-nilai Islam, dulu hanya merayakan peringatan hari
besar Islam saja seperti perayaan maulid dan tahun baru hijriah yang
malamnya dihiasi dan dihidupkan dengan dalail khairat di balee dan
meunasah.
Melihat sejarah, pandangan
Islam serta adat Islami dalam masyarakat Aceh, tidak ada celah sedikit
pun bagi umat Islam untuk ikut merayakan atau sekadar untuk mengucapkan
“happy new years”. Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi
dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan.
Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu
pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram”
untuk dilewatkan.
Sudah sepantasnya umat Islam menghidupkan kembali syiar-syiar Islam. Jika tidak tradisi Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Toh, kita semua ini manusia yang harus taat dan menjunjung tinggi aturan Allah. Tidak ada alasan untuk menafikan syiar-syiar Islam. Pantaskah kita menenggelamkan syiar Islam dan menghidupkan syiar budaya Barat?
Muftahuddin H. Lidan, Serambinews.http://yasirmaster.blogspot.com/
0 comments
Post a Comment
Mari tinggalkan komentar yang baik dan benar