Ikuti @Dayilmu
http://apresiasi-rofiuddin.blogspot.com/
: Sering yang kita dengar dari golongan muslimin diantaranya dari
madzhab Wahabi/Salafi dan pengikutnya yang melarang orang menggunakan Tasbih
waktu berdzikir. Sudah tentu sebagaimana kebiasaan golongan ini
alasan mereka melarang dan sampai-sampai berani membid’ahkan sesat karena
menurut paham mereka bahwa Rasulallah saw. para sahabat tidak
ada yang menggunakan tasbih waktu berdzikir !
‘Tasbih’ atau yang dalam bahasa Arab disebut dengan
nama ‘Subhah’ adalah butiran-butiran yang dirangkai untuk
menghitung jumlah banyaknya dzikir yang diucapkan oleh seseorang,
dengan lidah atau dengan hati. Dalam bahasa Sanskerta kuno, tasbih
disebut dengan nama Jibmala yang berarti hitungan dzikir.
Orang berbeda
pendapat mengenai asal-usul penggunaan tasbih. Ada yang
mengatakan bahwa tasbih berasal dari orang Arab, tetapi ada pula yang
mengatakan bahwa tasbih berasal dari India yaitu dari kebiasaan
orang-orang Hindu. Ada pula orang yang mengatakan bahwa pada mulanya
kebiasaan memakai tasbih dilakukan oleh kaum Brahmana di India. Setelah
Budhisme lahir, para biksu Budha menggunakan tasbih menurut hitungan
Wisnuisme, yaitu 108 butir. Ketika Budhisme menyebar keberbagai negeri,
para rahib Nasrani juga menggunakan tasbih, meniru biksu-biksu Budha.
Semuanya ini terjadi pada zaman sebelum islam.
Kemudian
datanglah Islam, suatu agama yang memerintahkan para pemeluk nya untuk
berdzikir (ingat) juga kepada Allah swt. sebagai salah satu bentuk
peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.. Perintah dzikir
bersifat umum, tanpa pembatasan jumlah tertentu dan tidak terikat juga
oleh keadaan-keadaan tertentu. Banyak sekali firman Allah swt. dalam
Al-Qur’an agar orang banyak berdzikir dalam setiap keadaan atau situasi,
umpama berdzikir sambil berdiri, duduk, berbaring dan lain sebagainya.
Sehubungan
dengan itu terdapat banyak hadits yang menganjurkan jumlah dan waktu
berdzikir, misalnya seusai sholat fardhu yaitu tiga puluh tiga kali
dengan ucapan Subhanallah, tiga puluh tiga kali Alhamdulillah dan
tiga puluh tiga kali Allahu Akbar, kemudian dilengkapi menjadi
seratus dengan ucapan kalimat tauhid ‘Laa ilaaha illallahu wahdahu….’.
Kecuali itu terdapat pula hadits-hadits lain yang menerangkan
keutamaan berbagai ucapan dzikir bila disebut sepuluh atau seratus
kali. Dengan adanya hadits-hadits yang menetapkan jumlah dzikir seperti
itu maka dengan sendirinya orang yang berdzikir perlu mengetahui
jumlahnya yang pasti.
A. Hadits-hadits yang berkaitan
dengan cara menghitung dzikir
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
Tirmidzi, An-Nasai dan Al-Hakim berasal dari Ibnu Umar ra. yang
mengatakan:
“Rasulallah
saw. menghitung dzikirnya dengan jari-jari dan menyarankan para
sahabatnya supaya mengikuti cara beliau saw.”.
Para Imam ahli hadits tersebut juga
meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Bisrah, seorang wanita
dari kaum Muhajirin, yang mengatakan bahwa Rasulallah saw. pernah
berkata:
“Hendaklah kalian senantiasa bertasbih (berdzikir), bertahlil dan bertaqdis
(yakni berdzikir dengan menyebut ke–Esa-an dan ke-Suci-an Allah swt.).
Janganlah kalian sampai lupa hingga kalian akan melupakan tauhid.
Hitunglah dzikir kalian dengan jari, karena jari-jari kelak akan
ditanya oleh Allah dan akan diminta berbicara” .
Perhatikanlah: Anjuran menghitung dengan jari dalam
hadits itu tidak berarti melarang orang menghitung dzikir dengan
cara lain !!!. Untuk mengharamkan atau memunkarkan suatu amalan
haruslah mendatangkan nash yang khusus tentang itu, tidak seenaknya
sendiri saja!!
2. Imam Tirmidzi, Al-Hakim dan Thabarani
meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Shofiyyah yang
mengatakan: “Bahwa pada suatu saat Rasulallah saw. datang kerumahnya.
Beliau melihat empat ribu butir biji kurma yang biasa digunakan
oleh Shofiyyah untuk menghitung dzikir. Beliau saw. bertanya; ‘Hai
binti Huyay, apakah itu ?‘ Shofiyyah menjawab ; ‘Itulah yang
kupergunakan untuk menghitung dzikir’. Beliau saw. berkata lagi; ‘Sesungguhnya
engkau dapat berdzikir lebih banyak dari itu’. Shofiyyah menyahut;
‘Ya Rasulallah, ajarilah aku’. Rasulallah saw. kemudian berkata; ‘Sebutlah,
Maha Suci Allah sebanyak ciptaan-Nya’ ”. (Hadits shohih).
3. Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah
hadits yang dinilai sebagai hadits hasan/baik oleh An-Nasai, Ibnu
Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim yaitu hadits yang berasal dari Sa’ad
bin Abi Waqqash ra. yang mengatakan:
“Bahwa pada
suatu hari Rasulallah saw. singgah dirumah seorang wanita. Beliau
melihat banyak batu kerikil yang biasa dipergunakan oleh wanita
itu untuk menghitung dzikir. Beliau bertanya; ‘Maukah engkau
kuberitahu cara yang lebih mudah dari itu dan lebih afdhal/utama ?’
Sebut sajalah kalimat-kalimat sebagai berikut :
‘Subhanallahi ‘adada maa kholaga fis samaai, subhanallahi
‘adada maa kholaga fil ardhi, subhanallahi ‘adada maa baina dzaalika,
Allahu akbaru mitslu dzaalika, wal hamdu lillahi mitslu dzaalika, wa
laa ilaaha illallahu mitslu dzaalika wa laa guwwata illaa billahi
mitslu dzaalika’ ”.
Yang artinya :
‘Maha suci Allah sebanyak makhluk-Nya yang dilangit, Maha suci Allah
sebanyak makhluk-Nya yang dibumi, Maha suci Allah sebanyak makhluk
ciptaan-Nya. (sebutkan juga) Allah Maha Besar, seperti tadi, Puji
syukur kepada Allah seperti tadi, Tidak ada Tuhan selain Allah, seperti
tadi dan tidak ada kekuatan kecuali dari Allah, seperti tadi !’ “.
Lihat dua
hadits diatas ini, Rasulallah saw. melihat Shofiyyah menggunakan biji
kurma untuk menghitung dzikirnya, beliau saw. tidak melarangnya
atau tidak mengatakan bahwa dia harus berdzikir dengan
jari-jarinya, malah beliau saw. berkata kepadanya engkau dapat
berdzikir lebih banyak dari itu !! Begitu juga beliau saw. tidak
melarang seorang wanita lainnya yang menggunakan batu kerikil
untuk menghitung dzikirnya dengan kata lain beliau saw. tidak mengatakan
kepada wanita itu, buanglah batu kerikil itu dan hitunglah dzikirmu
dengan jari-jarimu !
Beliau saw.
malah mengajarkan kepada mereka berdua bacaan-bacaan yang lebih utama
dan lebih mudah dibaca. Sedangkan berapa jumlah dzikir yang harus
dibaca, tidak ditentukan oleh Rasulallah saw. jadi terserah kemampuan
mereka.
Banyak riwayat
bahwa para sahabat Nabi saw. dan kaum salaf yang sholeh
pun menggunakan biji kurma, batu-batu kerikil, bundelan-bundelan
benang dan lain sebagainya untuk menghitung dzikir yang dibaca.
Ternyata tidak ada orang yang menyalahkan atau membid’ahkan sesat
mereka !!
4. Imam Ahmad bin Hanbal didalam Musnadnya
meriwayatkan bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Shofiyyah
menghitung dzikirnya dengan batu-batu kerikil. Riwayat ini
dikemukakan juga oleh Imam Al-Baihaqi dalam Mu’jamus
Shahabah; ”‘bahwa Abu Shofiyyah, maula Rasulallah saw.
menghamparkan selembar kulit kemudian mengambil sebuah kantong berisi
batu-batu kerikil, lalu duduk berdzikir hingga tengah hari.
Setelah itu ia menyingkirkannya. Seusai sholat dhuhur ia mengambilnya
lagi lalu berdzikir hingga sore hari “.
5. Abu Dawud meriwayatkan; ‘bahwa Abu
Hurairah ra. mempunyai sebuah kantong berisi batu kerikil. Ia
duduk bersimpuh diatas tempat tidurnya ditunggui oleh seorang hamba
sahaya wanita berkulit hitam. Abu Hurairah berdzikir dan menghitungnya
dengan batu-batu kerikil yang berada dalam kantong itu. Bila batu-batu
itu habis dipergunakan, hamba sahayanya menyerahkan kembali batu-batu
kerikil itu kepadanya’.
6. Abu Syaibah juga mengutip
hadits ‘Ikrimah yang mengatakan; ‘bahwa Abu Hurairah mempunyai
seutas benang dengan bundelan seribu buah. Ia baru tidur setelah
berdzikir dua belas ribu kali’.
7. Imam Ahmad bin Hanbal dalam
Musnadnya bab Zuhud mengemukakan; ‘bahwa Abu Darda ra. mempunyai
sejumlah biji kurma yang disimpan dalam kantong. Usai sholat shubuh
biji kurma itu dikeluarkan satu persatu untuk menghitung dzikir hingga
habis’.
8. Abu Syaibah juga mengatakan; ‘bahwa
Sa’ad bin Abi Waqqash ra menghitung dzikirnya dengan batu kerikil atau
biji kurma. Demikian pula Abu Sa’id Al-Khudri ’.
9. Dalam kitab Al-Manahil
Al-Musalsalah Abdulbaqi mengetengahkan sebuah riwayat yang mengatakan; ‘bahwa
Fathimah binti Al-Husain ra mempunyai benang yang banyak bundelannya
untuk menghitung dzikir ’.
10. Dalam kitab Al-Kamil ,
Al-Mubarrad mengatakan; “bahwa ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas ra
(wafat th 110 H) mempunyai lima ratus butir biji zaitun. Tiap hari ia
menghitung raka’at-raka’at sholat sunnahnya dengan biji itu, sehingga
banyak orang yang menyebut namanya dengan ‘Dzu Nafatsat’ “.
11. Abul Qasim At-Thabari dalam
kitab Karamatul-Auliya mengatakan: ‘Banyak sekali orang-orang
keramat yang menggunakan tasbih untuk menghitung dzikir, antara lain
Syeikh Abu Muslim Al-Khaulani dan lain-lain’.
B. Tidak ada Larangan terhadap
penggunaan Tasbih dalam Dzikir
Menurut
riwayat bentuk tasbih yang kita kenal pada zaman sekarang ini baru
dipergunakan orang mulai abad ke 2 Hijriah. Ketika itu nama ‘tasbih’
belum digunanakan untuk menyebut alat penghitung dzikir. Hal itu
diperkuat oleh Az-Zabidi yang mengutip keterangan dari gurunya
didalam kitab Tajul-‘Arus . Sejak masa itu tasbih mulai banyak
dipergunakan orang dimana-mana. Pada masa itu masih ada beberapa ulama
yang memandang penggunaan tasbih untuk menghitung dzikir sebagai hal
yang kurang baik. Oleh karena itu tidak aneh kalau ada orang yang
pernah bertanya pada seorang Waliyullah yang bernama Al-Junaid: ‘Apakah
orang semulia anda mau memegang tasbih ?. Al-Junaid menjawab: ‘Jalan
yang mendekatkan diriku kepada Allah swt. tidak akan kutinggalkan’.(Ar-Risalah
Al-Qusyariyyah).
Sejak abad ke 5
Hijriah penggunaan tasbih makin meluas dikalangan kaum muslimin,
termasuk kaum wanitanya yang tekun beribadah. Tidak ada berita
riwayat, baik yang berasal dari kaum Salaf maupun dari kaum Khalaf (generasi
muslimin berikutnya) yang menyebutkan adanya larangan penggunaan
tasbih, dan tidak ada pula yang memandang penggunaan tasbih sebagai
perbuatan munkar!!
Pada zaman
kita sekarang ini bentuk tasbih terdiri dari seratus buah butiran atau
tiga puluh tiga butir, sesuai dengan jumlah banyaknya dzikir yang
disebut-sebut dalam hadits-hadits shohih. Bentuk tasbih ini malah lebih
praktis dan mudah dibandingkan pada masa zaman nya Rasulallah saw.
dan masa sebelum abad kedua Hijriah. Begitu juga untuk menghitung jumlah
dzikir agama Islam tidak menetapkan cara tertentu. Hal
itu diserahkan kepada masing-masing orang yang berdzikir.
Cara apa saja
untuk menghitung bacaan dzikir itu asalkan bacaan dan alat menghitung
yang tidak yang dilarang menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulallah saw..
itu mustahab/baik untuk diamalkan. Berdasarkan riwayat-riwayat hadits
yang telah dikemukakan diatas jelaslah, bahwa menghitung dzikir bukan
dengan jari adalah sah/boleh. Begitu juga benda apa pun yang
digunakan sebagai tasbih untuk menghitung dzikir, tidak bisa lain, orang
tetap menggunakan tangan atau jarinya juga, bukan menggunakan
kakinya!! Dengan demikian jari-jari ini juga digunakan untuk kebaikan
!! Malah sekarang banyak kita para ulama pakar maupun kaum muslimin
lainnya sering menggunakan tasbih bila berdzikir.
Jadi
masalah menghitung dengan butiran-butiran tasbih sesungguhnya tidak
perlu dipersoalkan, apalagi kalau ada orang yang menganggapnya sebagai ‘bid’ah
dholalah’. Yang perlu kita ketahui ialah : Manakah yang lebih
baik, menghitung dzikir dengan jari tanpa menggunakan tasbih ataukah
dengan menggunakan tasbih ?
Menurut Ibnu
‘Umar ra. menghitung dzikir dengan jari (daripada dengan batu kerikil,
biji kurma dll) lebih afdhal/utama. Akan tetapi Ibnu ‘Umar juga
mengatakan jika orang yang berdzikir tidak akan salah hitung dengan
menggunakan jari, itulah yang afdhal. Jika tidak demikian maka
mengguna- kan tasbih lebih afdhal.
Perlu juga
diketahui, bahwa menghitung dzikir dengan tasbih disunnahkan menggunakan
tangan kanan, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Salaf.
Hal itu disebut dalam hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
dan lain-lain. Dalam soal dzikir yang paling penting dan wajib
diperhatikan baik-baik ialah kekhusyu’an, apa yang diucapkan dengan
lisan juga dalam hati mengikutinya. Maksudnya bila lisan mengucapkan
Subhanallah maka dalam hati juga memantapkan kata-kata yang sama yaitu
Subhanallah. Allah swt. melihat apa yang ada didalam hati orang yang
berdzikir, bukan melihat kepada benda (tasbih) yang digunakan untuk
menghitung dzikir!! Wallahu a’lam.
Insya Allah
dengan keterangan singkat ini, para pembaca bisa menilai sendiri apakah
benar yang dikatakan golongan pengingkar bahwa penggunaan Tasbih
adalah munkar, bid’ah dholalah/sesat dn lain sebagainya ??? Semoga Allah
swt. memberi hidayah kepada semua kaum muslimin. Amin.
Semoga dengan keterangan
sebelumnya mengenai akidah golongan Wahabi/Salafi serta pengikutnya dan
keterangan bid’ah yang singkat ini insya-Allah bisa membuka hati kita
masing-masing agar tidak mudah mensesatkan, mengkafirkan dan sebagainya
pada saudara muslim kita sendiri yang sedang melakukan ritual-ritual
Islam begitu juga yang berlainan madzhab dengan madzhab kita.
http://www.kenapatakutbidah.co.cc/2010/12/penggunaan-tasbih-dalam-berdzikir.html
Menghitung dengan Tasbih apapun jenisnya untuk membantu kita dlm berzikir/wirid dgn jumlah tertentu sangat membantu sekali, krn jika menggunakan jari agak sedikit repot jika sdh masuk wirid yg ribuan jumlahnya.. tp apapun itu yg penting niat kita yg paling penting..
ReplyDelete