Apa yang terbayang dalam benak anda ketika mendapatkan kiriman peti mati seperti yang diterima oleh 3 orang detik.com?
Jika anda benar-benar menerimanya, apa yang akan anda lakukan setelahnya?, panikkah? takut? atau melapor kepihak yang berwajib karena merasa bahwa anda sedang diteror oleh seseorang?
Berita yang kita baca tentang pengiriman peti mati kepada para insan pers mungkin memang sebagai sebuah strategi pemasaran bagi sang pengirimnya. Tetapi reaksi yang timbul mungkin sedikit agak berlebihan mengingat negeri ini penuh dengan berita-berita teror setiap harinya. Baik teror yang dilakukan oleh pemerintah kepada rakyatnya, maupun teror yang dilakukan oleh anggota masyarakat kepada para pemegang kekuasaan dinegeri ini.
Sehingga wajar reaksi yang kemudian timbul dari hal tersebut adalah sebuah “kekhawatiran” yang bisa berujung kepada tindakan hukum bagi pelaku karena perbuatan anehnya tersebut.
Tetapi tunggu dulu!, urusan kiriman-kiriman yang berbau kematian bukan baru terjadi kali ini saja. Beberapa tahun yang silam ada sebuah “komitmen” yang hendak dijalankan oleh seorang penguasa dinegeri ini dengan mengirimkan miniatur peti mati kepada para pejabat yang berada diwilayah kekuasaannya. Dengan harapan para pejabat yang dikirimi miniatur peti mati tersebut bisa berlaku amanah atas jabatan yang mereka pegang, tidak mengkhianati sumpah jabatan yang telah mereka ikrarkan sewaktu dilantik menjadi seorang pejabat.
Lebih jauh lagi menelusuri sejarah tentang kepemimpinan yang adil dan amanah yang terjadi berabad-abad yang lalu, ketika seorang pejabat suatu negeri dikirimi sebuah tulang yang yang memiliki goresan lurus diatasnya dari hasil goresan pedang. Seorang pemimpin besar kala itu hendak menegur pejabatnya bukan dengan kata-kata, melainkan goresan lurus diatas sebuah tulang hewan.
Apa yang kemudian terjadi atas pejabat yang dikirimi tulang tersebut?, ia gemetar lunglai dan sang kurir pembawa tulang tersebut pun ikut terheran dengan reaksi yang timbul dari pejabat tersebut.
Bayangkan hanya dengan goresan lurus disebuah tulang membuat sang pejabat beristighfar panjang atas apa yang melekat didirinya saat itu, yaitu kekuasaan yang ada dalam genggamannya atas wilayah yang diamanahkan kepadanya.
Sang kurir yang terheran-heran itu adalah rakyat yang dipimpin oleh sang pejabat tersebut, yang meminta keadilan atas apa yang telah menimpa dirinya. Apa makna yang terkandung dalam goresan disebuah tulang tersebut?
Goresan lurus diatas tulang tersebut bermakna bahwa seorang pemimpin harus menjadi pemimpin yang lurus, yang adil dalam memimpin rakyatnya. Sedangkan tulang itu sendiri bermakna bahwa ia (sang pejabat) kelak akan bernasib sama dengan tulang tersebut, yaitu mengalami kematian.
Demikianlah dahsyatnya sebuah nasihat yang diterima oleh sang pejabat bisa demikian baiknya diterima, oleh karena rasa keimanannnya yang begitu tinggi sehingga mendapatkan teguran demikian saja sudah cukup baginya untuk mengubah sikapnya yang kurang bijak, kurang adil terhadap rakyatnya sendiri, yang membawa tulang yang bergores lurus dari sebuah goresan pedang.
Tentu berita mengenai pengiriman peti mati kebeberapa pihak yang notabene adalah insan pers tidak berkaitan langsung dengan cerita tentang pejabat dimasa lampau yang diberikan tulang hewan yang mempunyai goresan lurus dari pedang diatasnya. Mereka bukan pula pemimpin yang mempunyai kekuasaan terhadap rakyat disuatu negeri, tetapi pada hakikatnya mereka adalah insan pers yang senantiasa “memimpin” keriuhan pemberitaan dinegeri ini. Mereka menjadi yang terdepan dalam mengabarkan setiap hal keseluruh khalayak ramai, yang terkadang juga mengabaikan hati nuraninya yang seharusnya ditonjolkan sebagai seorang “pemimpin”, oleh karena ada kepentingan yang jauh lebih besar menguasainya meskipun hal tersebut adalah sebuah ketidak-benaran informasi, meskipun hal tersebut adalah propaganda kekuasaan yang tidak kunjung memenuhi keadilannya sebagai pemangku amanah rakyat.
Juga pengiriman peti mati tersebut hanyalah upaya “marketing” dari pihak yang mempunyai kepentingan bisnis belaka. Meskipun demikian kita tetap bisa memetik hikmah secara tidak langsung, bahwa insan pers pun bisa mensejajarkan dirinya sebagai seorang “pemimpin” atau “pejabat” yang menerima goresan lurus sebuah pedang diatas tulang hewan, atas penanya yang selama ini mungkin telah bengkok. Sehingga tak ada lagi pemberitaan yang adil dan berimbang, apalagi bertanggung-jawab.
Insan pers adalah pemimpin atas “pemikiran rakyat” pada umumnya, tanggung-jawabnya bisa sama besarnya dengan para pemimpin negeri ini. Oleh karena itu penting baginya untuk memaknai apa yang telah menimpa mereka baru-baru ini, sebuah peti mati yang tertuju kepada mereka!.
0 comments
Post a Comment
Mari tinggalkan komentar yang baik dan benar