Ikuti @Dayilmu
Nursalam/ itsmeitet.wordpress.com
Jakarta
Bagi kebanyakan orang, sampah adalah sesuatu yang tidak
diinginkan. Namun bagi Nursalam, sampah adalah sahabat. Seperempat abad
lebih, ayah dua anak ini 'menjalin persahabatan' dengan sampah.
"Saya kampanye tentang sampah sejak 1983. Tapi Kedai Daur Ulang ini baru terbentuk pada 1996. Saya berharap masyarakat melihat sampah itu bukan sampah tanpa arti, tapi sebagai bahan baku," ujar pria yang akrab disapa Salam ini dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (14/3/2012).
Jika masyarakat melihat sampah sebagai bahan baku maka akan melihat nilai ekonomi di balik keberadaan sampah. Sebagai bahan baku, maka sampah bisa dibuat menjadi aneka produk. Misalnya Salam yang membuat kertas daur ulang warna-warni dari sampah kertas.
Tak hanya itu, mantan aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ini juga membuat aneka produk lain dari bahan daur ulang. Aneka produk lucu-lucu yang dibuat Salam antara lain frame foto, blocknote, tempat pensil dan sebagainya. Barang-barang hasil daur ulang itu dijualnya dengan harga yang beragam. Untuk kertas daur ulang bisa dibeli mulai Rp 1.100. Sedangkan produk lainnya harganya mulai Rp 5.000 hingga puluhan ribu rupiah.
"Bicara sampah itu terkait dengan empat segmen yakni sosial, politik, budaya dan ekonomi. Nah apa yang kita lakukan ini masuk dalam budaya. Kalau memandang sampah sebagai sahabat dan sebagai bahan baku ini menjadi budaya, maka akan diikuti yang lain," papar Salam.
Menurut dia, semua sampah sebenarnya bisa didaur ulang. Plastik, kaca, seng, maupun logam dapat didaur ulang. Namun tidak semua sampah bisa didaur ulang secara individu. Salah satu dari sedikit sampah yang bisa didaur ulang secara individu adalah kertas.
"Itu makanya saya ambil kertas untuk didaur ulang karena bisa dilakukan secara individu. Ketika kita tahu bagaimana mendaur ulang sampah, maka akan ada perubahan persepsi terhadap sampah," sambung alumnus Sastra Inggris Akademi Bahasa Asing (ABA) Cikini ini.
Mendaur ulang sampah kertas dengan teknologi tepat guna sebetulnya tidak mahal, hanya saja membutuhkan waktu yang cukup lama. 1 Lembar kertas membutuhkan waktu satu minggu untuk didaur ulang secara alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia.
Bagaimana cara mendaur ulang kertas? Pertama, kertas dibusukkan terlebih dahulu dengan menggunakan air. Butuh 4 hari untuk proses pembusukan kertas ini. Setelah busuk, kertas diblender. Selanjutnya kertas dicetak yang membutuhkan waktu sehari, lalu berlanjut ke pengeringan yang juga membutuhkan waktu satu hari.
Dalam sehari, Salam bisa mendaur ulang 60-70 kg kertas. Kertas itu didapatnya dari kantor-kantor seputaran Jakarta. Kertas apa saja bisa didaur ulang, dari kertas untuk foto copy hingga kertas koran.
Barang-barang daur ulang dari kertas ini belum bisa diproduksi secara massal mengingat keterbatasan tenaga kerja dan bahan baku yang dimilikinya. Tak heran harga produknya agak sedikit mahal.
Untuk keperluan pendaurulangan kertas itu, Salam merekrut sekitar 4 orang dari lingkungan dekat rumahnya. Mereka bersama-sama mengelola Kedai Daur Ulang (KDU), sebuah kedai di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, untuk menjual aneka barang hasil daur ulang.
Jika tahun 90-an lalu peminat barang-barang daur ulang adalah kalangan environmentalis, namun sekarang lebih luas lagi. Pelanggan karya Salam cs juga dari lingkungan perkantoran dan anak-anak sekolah.
"Banyak anak muda yang datang dan berminat (membeli) bukan karena tanggung jawab sosial dalam penyelamatan bumi, tetapi karena barangnya lucu, unik, cantik, cakep. Tapi nggak apa-apa. Mungkin bermula dari tertarik produknya, lalu tertarik proses dan muncul tanggung jawab sosialnya," papar Salam.
Bagi Salam, produk-produk yang dijualnya di KDU menyimpang pesan bagi para pembelinya. Pesan bahwa Bumi ini bukanlah warisan melainkan pinjaman dari anak cucu. Karena itu sudah selayaknya manusia berlaku arif dan bersahabat dengan Bumi.
Salam menuturkan, tidak perlu langkah-langkah bombastis untuk menjaga lingkungan. Sebab ada banyak cara sederhana yang bisa dilakukan di lingkungan sekitar. Misalnya saja dengan makan makanan secukupnya sehingga tidak ada sisa makanan yang menjadi sampah.
"Perlu digalakkan juga rantangisasi, yakni membeli makanan seperti pangsit atau bakso dengan menggunakan rantang ketimbang memakai plastik atau styrofoam. Sedapat mungkin dalam aktivitas kita kurangi volume sampah yang kita hasilkan," tutur Salam.
Dikatakannya, jika satu keluarga bisa mengurangi produksi sampah hingga seperempat dari produksi sampah hariannya, maka akan memberikan kontribusi yang luar biasa. Sebab jumlah volume sampah secara keseluruhan pun otomatis menurun. Bagaimana dengan Anda?
"Saya kampanye tentang sampah sejak 1983. Tapi Kedai Daur Ulang ini baru terbentuk pada 1996. Saya berharap masyarakat melihat sampah itu bukan sampah tanpa arti, tapi sebagai bahan baku," ujar pria yang akrab disapa Salam ini dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (14/3/2012).
Jika masyarakat melihat sampah sebagai bahan baku maka akan melihat nilai ekonomi di balik keberadaan sampah. Sebagai bahan baku, maka sampah bisa dibuat menjadi aneka produk. Misalnya Salam yang membuat kertas daur ulang warna-warni dari sampah kertas.
Tak hanya itu, mantan aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ini juga membuat aneka produk lain dari bahan daur ulang. Aneka produk lucu-lucu yang dibuat Salam antara lain frame foto, blocknote, tempat pensil dan sebagainya. Barang-barang hasil daur ulang itu dijualnya dengan harga yang beragam. Untuk kertas daur ulang bisa dibeli mulai Rp 1.100. Sedangkan produk lainnya harganya mulai Rp 5.000 hingga puluhan ribu rupiah.
"Bicara sampah itu terkait dengan empat segmen yakni sosial, politik, budaya dan ekonomi. Nah apa yang kita lakukan ini masuk dalam budaya. Kalau memandang sampah sebagai sahabat dan sebagai bahan baku ini menjadi budaya, maka akan diikuti yang lain," papar Salam.
Menurut dia, semua sampah sebenarnya bisa didaur ulang. Plastik, kaca, seng, maupun logam dapat didaur ulang. Namun tidak semua sampah bisa didaur ulang secara individu. Salah satu dari sedikit sampah yang bisa didaur ulang secara individu adalah kertas.
"Itu makanya saya ambil kertas untuk didaur ulang karena bisa dilakukan secara individu. Ketika kita tahu bagaimana mendaur ulang sampah, maka akan ada perubahan persepsi terhadap sampah," sambung alumnus Sastra Inggris Akademi Bahasa Asing (ABA) Cikini ini.
Mendaur ulang sampah kertas dengan teknologi tepat guna sebetulnya tidak mahal, hanya saja membutuhkan waktu yang cukup lama. 1 Lembar kertas membutuhkan waktu satu minggu untuk didaur ulang secara alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia.
Bagaimana cara mendaur ulang kertas? Pertama, kertas dibusukkan terlebih dahulu dengan menggunakan air. Butuh 4 hari untuk proses pembusukan kertas ini. Setelah busuk, kertas diblender. Selanjutnya kertas dicetak yang membutuhkan waktu sehari, lalu berlanjut ke pengeringan yang juga membutuhkan waktu satu hari.
Dalam sehari, Salam bisa mendaur ulang 60-70 kg kertas. Kertas itu didapatnya dari kantor-kantor seputaran Jakarta. Kertas apa saja bisa didaur ulang, dari kertas untuk foto copy hingga kertas koran.
Barang-barang daur ulang dari kertas ini belum bisa diproduksi secara massal mengingat keterbatasan tenaga kerja dan bahan baku yang dimilikinya. Tak heran harga produknya agak sedikit mahal.
Untuk keperluan pendaurulangan kertas itu, Salam merekrut sekitar 4 orang dari lingkungan dekat rumahnya. Mereka bersama-sama mengelola Kedai Daur Ulang (KDU), sebuah kedai di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, untuk menjual aneka barang hasil daur ulang.
Jika tahun 90-an lalu peminat barang-barang daur ulang adalah kalangan environmentalis, namun sekarang lebih luas lagi. Pelanggan karya Salam cs juga dari lingkungan perkantoran dan anak-anak sekolah.
"Banyak anak muda yang datang dan berminat (membeli) bukan karena tanggung jawab sosial dalam penyelamatan bumi, tetapi karena barangnya lucu, unik, cantik, cakep. Tapi nggak apa-apa. Mungkin bermula dari tertarik produknya, lalu tertarik proses dan muncul tanggung jawab sosialnya," papar Salam.
Bagi Salam, produk-produk yang dijualnya di KDU menyimpang pesan bagi para pembelinya. Pesan bahwa Bumi ini bukanlah warisan melainkan pinjaman dari anak cucu. Karena itu sudah selayaknya manusia berlaku arif dan bersahabat dengan Bumi.
Salam menuturkan, tidak perlu langkah-langkah bombastis untuk menjaga lingkungan. Sebab ada banyak cara sederhana yang bisa dilakukan di lingkungan sekitar. Misalnya saja dengan makan makanan secukupnya sehingga tidak ada sisa makanan yang menjadi sampah.
"Perlu digalakkan juga rantangisasi, yakni membeli makanan seperti pangsit atau bakso dengan menggunakan rantang ketimbang memakai plastik atau styrofoam. Sedapat mungkin dalam aktivitas kita kurangi volume sampah yang kita hasilkan," tutur Salam.
Dikatakannya, jika satu keluarga bisa mengurangi produksi sampah hingga seperempat dari produksi sampah hariannya, maka akan memberikan kontribusi yang luar biasa. Sebab jumlah volume sampah secara keseluruhan pun otomatis menurun. Bagaimana dengan Anda?
Sumber : DetikNews
0 comments
Post a Comment
Mari tinggalkan komentar yang baik dan benar