[Dayilmu.blogspot.com]Perang ini tak akan berakhir sampai semua kelompok teroris dunia
ditemukan, dihentikan dan dikalahkan!” Cuplikan pidato Presiden George
W. Bush, sembilan hari setelah Serangan 9/11 ini menjadi arahan baru
sekaligus cambuk bagi CIA untuk berbenah diri. Tak banyak orang tahu
bahwa di balik nama besarnya, CIA ternyata tengah dilihat berbagai
masalah.
Seorang anggota US Secret Service membisikan petaka di New York ke telinga Presiden George W. Bush. Ketika serangan teroris terjadi Presiden sedang berkunjung ke SD Emma E. Brooker, Sarasota, Florida. Kegagalan CIA mengantisipasi serangan ini mendorong Bush memberikan taklimat khusus tentang perburuan teroris dunia.
Presiden John F. Kennedy menyambut kedatangan pendahulunya, Dwight D. Eisenhower. Kennedy dan seiumlah presiden AS lain amat menaruh hormat padanya. Eisenhower banyak dimintai nasihat tentang bagaimana cara meredam ketegangan dengan Uni Soviet dan Kuba.
Richard Helms, salah seorang direktur CIA yang dianggap berhasil. la menggantikan William Raborn yang dianggap gagal memimpin CIA tatkala AS terjebak dalam Perang Vietnam. Menurut Eisenhower, intelijen AS kurang memberi dukungan. Sementara menurut Helms. kegagalan intelijen AS adalah karena ketidakpedulian agen-agennya pada sejarah, masyarakat, dan bahasa Vietnam
Walter Bedell Smith, yang menganggap diri paling tahu tentang Rusia
Tribute in Light, sorotan dua cahaya lampu dari Manhattan, dekat Brooklyn Bridge, dalam peringatan setengah tahun 9/11. Peristiwa 9/11 menjadi trauma yang tak terobati bagi segenap warga AS. CIA dibentuk untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman dari luar. Ironisnya, CIA yang telah didanai miliaran dollar dan masyhur di negeri orang, hari itu gagal melakukan tugas tersebut
Presiden Ronald Reagan dengan T-shirt kampanye antikomunis.
Joseph Stalin, Harry Truman dan Winston Churchill, bertemu dalam Konferensi Postdam di Jerman (1945). Ketiganya tampak akur. Di belakang ini semua, AS sangat menaruh kekhawatiran terhadap gerakan Stalin dan komunis Rusia, tak lama setelah Perang Dunia II berakhir
Salah sato halaman dari panduan Marshall Plan. Program bantuan tunai dari AS untuk membangun kembali perekonomian di 16 negara Eropa dan Asia. Kabarnya, di balik program ini "terselip" kewenangan rahasia bagi CIA untuk menggunakan dana untuk peperangan politik melawan komunis Uni Soviet
Peta "Pandangan dari Washington"ini adalah gambaran peta dunia yang dibuat oleh AS pada saat era Perang Dingin. Warna-warna negara dalam peta tersebut menggambarkan aliansi politik negara tersebut.
Laksamana James Forrestal. salah satu tokoh AL AS yang banyak berkontribusi dalam operasi rahasia CIA. Dedikasinya yang mendalam membuat dirinya kerap diliputi kecemasan. Kecemasan ini lah yang akhirnya membuat dirinya sepakat mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri.
Presiden Harry Truman
13 Juni 1942:
Presiden Franklin D Roosevelt menandatangani perintah pendirian Dinas Intelijen Strategis (the Office of Strategic Services/ OSS) menggantikan Kantor Koordinator Intelijen (Coordinator of Intelligent/C01) dan mengangkat William J. Donovan sebagai Direktur.
1 Oktober 1945:
Presiden Harry S Truman mengeluarkan surat perintah no. 9621 untuk menghapus OSS dan memindahkan fungsinya ke dalam Deparlemen Luar Negeri dan Peperangan.
22 Januari 1946:
Presiden Truman menandatangani surat perintah pembentukan Central Intelligence Group di bawah National Intelligence Authority dan mengangkat Laks. Muda Sydney W. Souers sebagai Direktur.
18 September 1947:
The National Security Act tahun 1947 menetapkan the National Security Council dan the Central Intelligence Agency (CIA) menggantikan the National Intelligence Authority dan the Central Intelligence Group.
1 Desember 1950:
Direktorat Administrasi ditetapkan
2 Januari 1952:
Pembentukan Direktorat Intelijen
1 Agustus 1952:
Pembentukan Direktorat Perencanaan
4 Agustus 1955:
Presiden Dwight D. Eisenhower menandatangani surat
pengucuran dana 46 juta dolar AS untuk membangun kantor pusat CIA
3 November 1959:
Pembangunan kantor pusat CIA di Langley, Virginia.
5 Agustus 1963:
Pembentukan Direktorat Ilmu dan Teknologi
1 Desember 1964:
Presiden Lyndon B. Johnson menerima laporan harian (President’s Daily Brief /PDB) yang pertama.
1 Maret 1973:
Direktorat Perencanaan diubah menjadi Direktorat Operasi
1 November 1985:
Wakil Presiden George H.W. Bush memperluas kantor pusat CIA. Kantor baru ini terbangun tahun 1989.
18 September 1997:
CIA merayakan ulang tahun ke-50
26 April 1999:
Sebuah halaman di kantor pusat didedikasikan kepada George Bush Center untuk Intelijen.
4 Juni 2001:
Penggantian Direktorat Administrasi dengan CFO (Chief
Financial Officer), CIO (Chief Information Officer), Global Supporl, Sumber Daya Manusia dan Kantor Pendukung Misi Keamanan.
17 Desember 2004:
Presiden George W. Bush menandatangani the Intelligence Reform and Terrorism Prevention Act sekaligus restrukturisasi komunitas intelijennya. Menghapus posisi DCI dan DDCI serta mengatur ulang posisi Direktur CIA.
4 Januari 2005:
Membentuk Direktorat Pendukung menggantikan Kantor Pendukung Kegiatan
13 Oktober 2005:
Membentuk Layanan Klandestine Nasional menggantikan Direktorat Operasi
Petaka penerbangan bunuh diri ke beberapa gedung simbol perdagangan dan pertahanan Amerika pada 11 September 2001
atau yang biasa dikenal sebagai Peristiwa 9/11, tak ayal menjadi
momentum tersendiri bagi Dinas Intelijen Pusat AS atau CIA untuk
berbenah. Ulah teroris internasional yang menewaskan sekitar 3.000 warga
AS itu seolah membenarkan tudingan bahwa CIA tengah menghadapi
masalah yang sangat serius sekaligus kronis.
CIA, Dinas Intelijen Terbesar Didunia
Sistem
intelijen yang telah dibangun puluhan tahun dan kabarnya kini
terkuat di dunia itu, ternyata gagal menangkal ancaman dan serangan
teroris. Di saat bangsa AS tengah menghadapi ancaman teroris, memang
ironis mendapati CIA yang dibangun dengan anggaran ratusan miliar
dolar khusus untuk mengantisipasi serangan dari luar, justru gagal
mengerjakan tugas utamanya.
Juga sebuah ironi mendapati institusi yang selama ini didengangdengungkan terdepan dalam urusan keamanan nasional, ternyata “tak berbunyi apa-apa”
ketika menghadapi ancaman yang membahayakan negerinya. Tak ingin
dikambing-hitamkan, CIA sendiri berusaha membela diri dengan mengatakan
bahwa berbagai temuan informasi terkait Serangan 9/11 telah
dilaporkan kepada Penasehat Keamanan Nasional. Namun penasihat
presiden untuk urusan keamanan nasional itu bergeming.
Rakyat
AS toh memahami bahwa urusan keamanan nasional bukan hanya tanggung
jawab CIA. Ada lembaga serupa lain dan lembaga terkait yang harus
saling berkoordinasi memberi masukan kepada Presiden AS. Laporan
intelijen yang mereka sampaikan pada prinsipnya juga harus memenuhi
takaran checks and balances. Dalam kaitan ini, ada tiga
lembaga eksekutif dan tiga lembaga yudikatif yang harus menyaring lebih
dulu sebelum presiden mengambilnya sebagai salah satu komponen
pengambil kebijakan.
Dengan
demikian, terkait Serangan 9/11, Presiden sendirilah sesungguhnya
yang harus menginstruksikan langkah-langkah pencegahannya. Dalam
artikel berjudul "Menjegal Komunis, Memburu Teroris," wartawan senior Kompas Budiarto Shambazy melukiskannya sebagai penyakit bureacratic politics yang ternyata sudah begitu sistemik di AS.
Seorang anggota US Secret Service membisikan petaka di New York ke telinga Presiden George W. Bush. Ketika serangan teroris terjadi Presiden sedang berkunjung ke SD Emma E. Brooker, Sarasota, Florida. Kegagalan CIA mengantisipasi serangan ini mendorong Bush memberikan taklimat khusus tentang perburuan teroris dunia.
Tak
ayal Serangan 9/11 menampar dan mempermalukan wajah Presiden sebagai
Panglima Tertinggi hasil akhir yang sesungguhnya diinginkan kelompok
teroris musuh AS. Maka, sangat lah wajar jika Presiden AS selaku user
utama informasi kelas satu CIA geram. Presiden AS (saat Serangan 9/11 terjadi) George W. Bush segera menuntut Direktur CIA, George Tenet, memperbaiki performa dan pola kerja institusi yang dipimpinnya.
Beberapa
hari setelah serangan terjadi, Bush dikabarkan membedah arahan top
secret setebal 14 halaman kepada CIA dan sejumlah otoritas keamanan
nasional untuk memburu dan menangkap para pelaku. Genderang perang
melawan teroris pun ditabuh. Di bawah perintah Bush, CIA mulai berperan
sebagai polisi militer global yang menjebloskan ratusan tersangka ke
penjara rahasia di Afghanistan, Thailand, Polandia, dan yang paling tekenal di Guantanamo.
CIA
juga mengirim mereka ke penyidik-penyidik kejam di dinas intelijen
Mesir, Pakistan, Yordania dan Suriah untuk diinterogasi. Hal ini
mengingatkan kita pada penangkapan Umar Al-Faruq di Bogor dan Hambali di Bandung beberapa tahun lalu. Tanpa berkoordinasi dengan Polri, mereka langsung dijemput dan dibawa ke tahanan khusus di luar negeri.
Kepada publik Amerika, pada 20 September 2001, Bush berpidato tentang perang melawan teroris. “Perang
kita melawan teror dimulai dengan Al Qaeda, tetapi tidak berakhir
sampai disitu. Perang ini tidak akan berakhir sampai semua kelompok
teroris di dunia ditemukan, dihentikan dan dikalahkan,” tegasnya.
Disadarkan kembali bahwa semua informasi intelijen bersifat strategis
dan menentukan masa depan bangsa dan negara, tiga tahun kemudian,
Gedung Putih mengangkat seorang pejabat baru di lingkup intelijen,
yakni Direktur Intelijen Nasional.
Dia memimpin sebuah institusi yang memayungi dinas intelijen AS agar
bisa bekerja lebih terkontrol, integratif dan saling berkoordinasi.
Director
of National Intelligence mengelola 16 dinas intelijen AS sekaligus
menjadi pengawas dan pengatur program intelijen nasional AS. Ke-16
dinas intelijen itu adalah CIA, AFISRA, MI, DIA, MCIA, NGA, NRO, NSA,
ONI, OICI, I&A, CGI, FBI, DEA, INR, dan TFI. Tetapi
perang melawan teroris ternyata tak semudah memerangi musuh-musuh
terdahulu yang memiliki penguasa dan batas wilayah yurisdiksi yang
jelas. Perang melawan organisasi tanpa bentuk ini tak pernah berujung
pada penangkapan Osama bin Laden.
Berita
berbagai harian di dunia (19/10/2010) malah menyatakan, Bin Laden
masih bisa menikmati kenyamanan tempat tinggalnya di wilayah Pakistan.
Bukan digua-gua Pegunungan Tora Bora, Afghanistan, seperti dilaporkan
agen-agen CIA. Perburuan terhadap gembong Al Qaeda ini sebaliknya
malah menciptakan kisruh di “rumah sendiri”. Banyak
warga AS resah karena CIA diberi kewenangan kontroversial untuk
memata-matai dan menyadap percakapan warga AS yang sebelumnya amat
dilarang.
Di
dalam tubuh AB AS, kejengkelan juga kian menggunung akibat gagalnya
berbagai misi penyergapan Osama bin Laden. Semua oleh sebab informasi
intelijen agen-agen CIA yang tak pernah akurat. Kali lain, pesawat
tanpa awak Predator dengan tentengan rudal Hellfire lagi-lagi gagal
mengeksekusi sasaran Rudal tak mengenai Bin Laden, melainkan puluhan
warga sipil Afghanistan yang tak punya urusan apa-apa dengan Al Qaeda.
Alih-alih tak kunjung berhasil menangkap Bin Laden, sejak 1 Maret 2002 sasaran dialihkan ke Irak – negara yang dituduh membangun senjata pemusnah massal dan mendukung teroris dunia. Di
sini pun CIA dan Pemerintah AS lagi-lagi tak bisa membuktikan
keampuhan dinas intelijennya. Invasi militer besar-besaran memang telah
menumbangkan rezim Saddam Hussein, namun tuduhan tentang senjata
pemusnah massal itu tak pernah bisa dibuktikan karena hanya berdasar
serangkai informasi tak memadai.
Doktrin Truman
Mengapa AS sangat menaruh perhatian pada intelijen?
Hal ini bisa ditelusuri lewat perjalanan sejarah bangsa ini. Dalam
perjalanan sejarahnya, selain China, adalah sebuah takdir tersendiri
jika Amerika “terlahir” sebagai negara yang amat peduli dengan urusan
intelijen. Dalam sejarahnya, bangsa Amerika telah mengalami berbagai
peperangan dan menyadarkan mereka tentang betapa pentingnya informasi
intelijen. Tentara Amerika telah melakukan kegiatan mata-mata sejak abad 17 atau persisnya sejak mereka terlibat Perang Revolusi (1775-1793).
Pergolakan dalam peperangan melawan pasukan Inggris ini memberi
pelajaran betapa informasi intelijen sangat berguna untuk mengantisipasi
gerakan musuh dan menyusun langkah ke depan.
Meski begitu Amerika baru benar-benar memiliki lembaga resmi untuk urusan ini pada tahun 1880-an, yakni Office of Naval Intelligence (ONI) dan Army’s Military Intelligence Division. ONI dibentuk pada 1882 untuk mencari tahu kemajuan dan perkembangan armada laut negara lain. Untuk keperluan serupa, tiga tahun kemudian Angkatan Darat AS membentuk AMI. Keduanya masih bertahan hingga sekarang, dan masuk ke dalam komunitas 16 dinas intelijen AS.
Presiden John F. Kennedy menyambut kedatangan pendahulunya, Dwight D. Eisenhower. Kennedy dan seiumlah presiden AS lain amat menaruh hormat padanya. Eisenhower banyak dimintai nasihat tentang bagaimana cara meredam ketegangan dengan Uni Soviet dan Kuba.
Akan halnya CIA sendiri, keberadaan dinas intelijen ini sesungguhnya telah dibentuk sejak 1942. Gedung Putih memulainya dengan Office of Strategic Services – dinas intelijen dadakan yang dibentuk secara taktis untuk merespon serangan Jepang terhadap Pangkalan AL AS di Pearl Harbor, Hawaii, pada 7 Desember 1941.
Serangan besar pembuka Perang Pasifik itu merupakan aib tersendiri
bagi pejabat militer AS karena gagal memecahkan sinyalsinyal rahasia
militer Jepang yang sebenarnya bisa mereka intercept.
Sinyal-sinyal
rahasia yang dikirim panglima militer Jepang ke berbagai komandan
kesatuannya di lapangan itu ternyata merupakan kode pembuka serangan. Washington
sangat terpukul oleh serangan 353 pesawat AL Jepang dari enam kapal
induk yang meng hancurkan tujuh kapal perang, 188 pesawat terbang dan
menewaskan 2.402 orang ini. OSS dibentuk dan dipimpin pertama kali oleh Jenderal William J Donovan
– satu dari segelintir petinggi militer yang memang punya obsesi
mempelajari kemampuan, tujuan dan aktivitas bangsa-bangsa asing yang
punya kecenderungan menjadi musuh Amerika.
Meski
begitu, selama Perang Eropa dan Perang Pasifik berkecamuk, OSS toh
tidak mampu bekerja semaksimal yang diinginkan. Minimnya arahan
Presiden sebagai user utama membuat OSS lebih banyak bekerja sebagai
pengumpul berita. Mereka seolah hanya dibentuk untuk menjamin agar
Presiden AS tidak ketinggalan informasi tentang perkembangan dunia. Di
dalam pemerintahan, OSS juga tidak diberi ruang gerak oleh sebab
resistensi yang terlampau tinggi dari para elite politik. Mereka risih
karena merasa ikut diawasi agenagen rahasia dari dinas yang sangat
tertutup dan diliputi kerahasiaan itu. OSS pun dibubarkan pada 20 September 1945.
Namun,
dorongan alamiah bahwa Amerika memerlukan sebuah organisasi
intelijen yang mendunia tak pernah padam. Tanda-tanda untuk hidup
kembali muncul tak lama setelah AS (Sekutu) memenangkan Perang Dunia
II. Belum setahun kemenangan itu berlalu, AS sudah merasa diperdaya
oleh Uni Soviet – salah satu pendukung Sekutu dalam Perang Eropa. Joseph Stalin,
pemimpin Uni Soviet, diam-diam berusaha menebar paham komunis di
beberapa negara Eropa dan ini amat tidak disukai AS yang sebaliknya
ingin menjadikan Eropa hidup dengan budaya Barat dan berpaham kapitalis.
Sadar bahwa langkah pencegahan harus bersifat strategis dan jangka panjang, pada 18 September 1947 Presiden AS Harry Truman membentuk Dinas Intelijen Pusat, CIA. Tugas pertamanya singkat saja, yakni mengantisipasi dan menyabot sepak terjang komunis di Eropa.
Perintah operasi rahasia dinas dikendalikan langsung oleh Dewan
Keamanan Nasional, yang bertanggung-jawab kepada Presiden. Pucuk
pimpinan pertama diserahkan kepada Laksamana Madya Roscoe Hillenkoetter, perwira AL AS yang kerap dipergunjingkan tak memiliki reputasi apa-apa.
Misi pertama agen CIA, waktu itu, adalah menjegal terpilihnya pemimpin Italia dalam pemilu yang dibayangi komunis Rusia. Eropa pasca PD II dengan ekonomi yang morat-marit sangat potensial masuk ke pelukan komunis. Gedung
Putih berpendapat, jika Italia jatuh ke tangan komunis, maka akan
ambruk pula “kursi paling tua yang telah berabad-abad memiliki corak
Budaya Barat”. Kemenangan komunis di Italia akan mengancam dunia,
karena di sini juga berdiri Takhta Suci Vatikan yang memimpin jutaan
umat Katolik di dunia. Jutaan dollar kemudian digelontorkan ke kantong para politisi Italia. Orang-orang komunis itu pun berhasil dihalau.
Richard Helms, salah seorang direktur CIA yang dianggap berhasil. la menggantikan William Raborn yang dianggap gagal memimpin CIA tatkala AS terjebak dalam Perang Vietnam. Menurut Eisenhower, intelijen AS kurang memberi dukungan. Sementara menurut Helms. kegagalan intelijen AS adalah karena ketidakpedulian agen-agennya pada sejarah, masyarakat, dan bahasa Vietnam
Agen rahasia AS dan Inggris juga mencium gelagat bahwa Stalin mengincar Yunani dan Perancis.
Untuk itu bukan tanpa alasan jika Presiden Harry Truman memberi
pernyataan tentang gencarnya “serangan” komunis di hadapan kongres pada
12 Maret 1947: “Setiap serangan yang dilancarkan oleh musuh
Amerika di negara mana pun di dunia dianggap sebagai serangan
terhadap Amerika Serikat.” Mayoritas anggota Kongres kontan berdiri dan menyambutnya dengan tepuk tangan.
Sebagai
salah satu pendukung kemenangan Sekutu dalam memberangus kekuatan
Nazi Jerman, Uni Soviet tentu punya kesempatan sama menciptakan
pengaruh di seluruh Eropa. Begitu ujar George Kennan, salah seorang politikus pakar Kremlin (Kremlinologist) yang punya pengaruh kuat di Gedung Putih. Kennan
adalah diplomat muda mantan Atase Dubes AS untuk Uni Soviet, seorang
ilmuwan dan ahli sejarah yang sangat memahami kultur Rusia.
Banyak
yang mengatakan, pandangan mantan Dubes AS untuk Uni Soviet (1952)
ini lah yang sesungguhnya menjadi pemantik Perang Dingin Ucapan
(peringatan) George Kennan mendorong Pemerintah AS melancarkan tiga
gerakan yang amat menentukan perjalanan dunia sekaligus sebagai
strategi untuk menghadapi Stalin. Pertama, dikeluarkannya Doktrin Truman yang menjadi sinyal ketidaksukaan AS terhadap kasak-kusuk Uni Soviet di Eropa. Kedua, Marshall Plan, bantuan logistik untuk membendung pengaruh komunis di Eropa. Dan, ketiga, diaktifkannya operasioperasi intelijen yang nantinya akan dibakukan lewat organisasi pengganti OSS, yakni CIA.
Truman sendiri secara pribadi tidak begitu menyukai keberadaan dinas rahasia.
Namun, ia menyadari bahwa dinas intelijen yang besar adalah sebuah
keniscayaan bagi negara sebesar AS. Terlebih karena ia menyadari bahwa
tanpa dinas
rahasia yang kuat, Washington hanya akan jadi bulan-bulanan dinas
intelijen Inggris. Ia ingat betul betapa setelah OSS dibubarkan,
Washington amat bergantung pada suplai informasi dari Inggris. Baginya, ini tentu sangat naif.
Setahap
demi setahap CIA dibentuk sebagai pengumpul dan penyuplai informasi
strategis dari luar negeri, khusus untuk kepentingan Presiden AS.
Presiden menggunakannya untuk menopang pembuatan kebijakan keamanan
nasional. Memang, pasca PD II, jelas sekali terlihat bahwa urgensi
pembentukan CIA adalah untuk menghadapi komunis Rusia Akan tetapi,
setelah berjalan puluhan tahun tanpa kontrol yang jelas, orang mulai
menduga-duga tentang adanya agenda khusus yang mereka sembunyikan. Benarkah CIA juga dijalankan untuk melindungi praktik kapitalisme Barat paham lawan utama komunis dunia?
Bak ninja di malam hari?
Eksistensinya
yang kian mendunia, posisinya yang amat dekat dengan Presiden, dan
kewenangan menggunakan uang tanpa batas, selanjutnya mengundang
berbagai pertanyaan dan melahirkan syak wasangka. CIA pun menjadi salah
satu institusi yang paling memancing rasa ingin tahu berbagai
kalangan, khususnya jurnalis.
Walter Bedell Smith, yang menganggap diri paling tahu tentang Rusia
Untuk
mengetahui corak misi, latar-belakang, serta gaya sepak terjang CIA
di dunia apalagi masuk ke dalam tubuhnya sayangnya tidak lah mudah.
Apa yang biasa kita lihat di film-film layar lebar dan dokumenter,
serta buku-buku yang mengungkap kisah-kisah misi rahasia mereka, masih
lah bias. Tak banyak orang tahu seperti apa dan bagaimana
sesungguhnya sepak terjang mereka di lapangan. Apakah mereka benar-benar bergerak bak ninja di malam hari?
Ironisnya,
Presiden AS sendiri, sebagai user utama, kerap tidak mengerti dan
tidak percaya dengan apa yang mereka lakukan. Agen-agen CIA di seluruh
dunia kerap terlihat sibuk dan turun ke dalam misi yang menegangkan,
namun tak jarang kesibukan atau ketegangan itu hanya membuahkan
informasi yang tidak akurat kalau tak bisa dibilang konyol. Informasi
tentang pabrik senjata biologi-kimia yang kemudian disampaikan dalam
pidato kenegaraan Presiden Bush pada 28 Januari 2003, misalnya, menjadi puncak kemarahan Gedung Putih terhadap kinerja CIA yang katanya serba tahu itu.
Namun
demikian, rekaan profil dan latar belakang corak misi rahasia mereka
setidaknya bisa dirangkai dari jejak karya orang-orang yang punya
pengaruh kuat di dalamnya. Setidaknya ada 11 tokoh dengan 11 jalan pemikiran khas yang telah membentuk wajah dinas. Jalan pikiran mereka memberi warna kuat pada profil dan gaya CIA memburu informasi. Mereka ini adalah Jenderal
Dwight D. Eisenhower, Letjen Walter Bedell Smith, William J.
Donovan, James Forrestal, Allen W. Dulles, Franklin D. Roosevelt,
William J. Casey, Richard Helms, Frank Wisner, George HW Bush, dan
George Tenet.
Tentang Eisenhower, siapa tak kenal dengan jenderal bintang lima mantan panglima pasukan Sekutu di Perang Eropa ini. Ia tidak pernah menjabat sebagai direktur CIA, namun CIA dan Gedung Putih sangat respek padanya. Ike, begitu dia biasa dipanggil, dipandang jago bikin arahan strategis. Ketika
Presiden John F. Kennedy dihadapkan pada situasi kritis seputar
rencana penempatan rudal jarak menengah Uni Soviet di Kuba pada Oktober
1962, ia tak segan mengutus Direktur CIA John McCone menemui
Eisenhower di tempat tinggalnya di Gettysburg, Pennsylvania. Ia
jauhiauh diutus hanya untuk sebuah arahan terbaik” menghadapi Fidel Castro dan Nikita Khruschev.
Kennedy seperti “kalah awu”
menghadapi kedua musuh bebuyutan AS itu. Ia khawatir, salah ambil
keputusan, akan memicu Perang Dunia III. Kengerian yang selalu
membayangi Eisenhower. Ike lalu menyarankan sebuah aksi militer mengisolasi Havana bukan invasi disertai ancaman mengambil-alih jantung pemerintahan. Gertakan Ike berhasil meluruhkan niat Moskow. Dalam beberapa jam, enam kapal pengangkut rudal Soviet yang sudah masuk ke perairan Kuba tiba-tiba berhenti dan berbalik arah.
Di
masa pemerintahannya, Eisenhower telah mengaktifkan CIA untuk
memerangi musuh Amerika di Asia, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin.
Dia telah melancarkan 170 aksi rahasia yang besar di 48 negara,
apakah itu misi politik, psikologis dan paramiliter sebuah
“kepedulian” yang tertinggi dibanding presiden-presiden AS lainnya.
Nasihat Eisenhower, yang tertatah pada batu prasasti Gedung CIA, hingga kini masih terus menyemangati seluruh staf dari gempuran kritik.
“Aspirasi
fundamental Amerika adalah menjaga kelangsungan perdamaian. Kita
berusaha membuat kebijakankebijakan dan kesepakatan-kesepakatan agar
perdamaian itu langgeng dan berharga. Ini hanya bisa dilakukan
berdasarkan informasi yang layak dan komprehensif. …Kualitas pekerjaan
Anda akan sangat menentukan keberhasilan kita memantapkan posisi
bangsa ini dalam pergaulan internasional….Sukses tidak bisa
dipromosikan, kegagalan tidak bisa dijelaskan. Dalam pekerjaan
intelijen, pahlawan tidak diberi tanda jasa dan tidak perlu pujian.”
Walter Bedell Smith turut memberi warna lain. Di
tangan pengganti Roscoe ini, CIA tampak lebih sangar dan serba tahu
tentang komunis dan Uni Soviet. Itu karena mantan Kepala Staf
Panglima Sekutu semasa PD II alias tangan kanan Eisenhower ini memang
pernah diberi tugas menjadi Duta Besar AS untuk Uni Soviet.
Ia banyak tahu tentang Kremlin karena selalu dijejali pengetahuan
tentang itu oleh George Kennan, yang tak lain adalah Kuasa Usaha AS di
Soviet semasa Smith jadi Dubes di sana. Dan, merasa paling tahu
tentang Joseph Stalin karena memang pernah berbincang-bincang langsung
dengan Sang Generalissimo.
Tak
heran banyak orang bilang, mereka berdualah yang sesungguhnya
menyalakan sirine peringatan bahaya komunis terhadap kelangsungan
kapitalisme Barat. Semua ini berawal dari pertanyaan tentang sepak
terjang komunis di Eropa, yang amat menghantui benaknya. Mengapa setelah
mengorbankan 20 juta nyawa rakyat Rusia saat menghadapi kekejaman
Nazi, Stalin dan Tentara Merahnya justru ingin mencaplok separuh Eropa
dan menebar ketakutan di sana.
Kepada Smith, Kennan mengatakan: “Orang-orang Soviet tidak mempan logika berpikir, tetapi sangat sensitif terhadap logika kekuatan”.
Untuk membuktikannya, Ia pun ngotot ingin bertemu Stalin, dan itu
terjadi pada April 1946. Dalam kesempatan yang amat langka itu, is
bertanya:
“Apa
yang diinginkan Soviet, dan sejauh mana Rusia akan mengejar
keinginan itu?” Smith sengaja tidak memperjelas pertanyaannya karena
yakin Stalin pasti tahu arah pertanyaan itu.
Sambil menatap ke kejauhan dan menghembuskan asap rokok, Stalin hanya menjawab pendek.
“Rusia mengenali musuhnya. Kami tidak akan pergi terlalu jauh.”
Jawaban
itu memang begitu klise. Entah terkait atau tidak, seperti ini pula
misi-misi CIA dalam memerangi komunis. Klise dan diselimuti
kerahasiaan. Smith amat irit dalam mengumbar pengetahuannya tentang
Kremlin. Ketika sejumlah anggota senat bertanya tentang ini disaat
Presiden Truman menganugerahinya bintang empat, dia hanya menjawab: “Hanya
dua tokoh yang tahu. Satu, Stalin, dan yang kedua, Tuhan. Tapi saya
tidak yakin apakah Tuhan mau memberitahukan Paman Joe (sebutan untuk
Amerika).”
Tribute in Light, sorotan dua cahaya lampu dari Manhattan, dekat Brooklyn Bridge, dalam peringatan setengah tahun 9/11. Peristiwa 9/11 menjadi trauma yang tak terobati bagi segenap warga AS. CIA dibentuk untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman dari luar. Ironisnya, CIA yang telah didanai miliaran dollar dan masyhur di negeri orang, hari itu gagal melakukan tugas tersebut
Keangkeran dan kemisteriusan CIA tak lepas dari jalan pikiran William J. Donovan. Mantan Direktur OSS (1942-1945) ini lah yang sejatinya menyiapkan format CIA di awal pembentukannya. Ketika
memimpin OSS, is telah berulang kali mengatakan kepada Presiden
Roosevelt bahwa AS harus memiliki dinas intelijen yang bersifat global
dan totaliter. Presiden telah
memberinya lampu hijau, termasuk kepada pahlawan Perang Eropa
Jenderal Bintang Lima Dwight D. Eisenhower, juga Kastaf
kepercayaannya, Jenderal Walter Bedell Smith.
Dengan senang hati, atas permintaan Smith dan Eisenhower, Donovan bahkan telah membuatkan garis besar perencanaannya. CIA
menurutnya cukuplah sebuah organisasi kecil beranggotakan 13.000
orang, bisa mempelajari kemampuan, tujuan dan aktivitas bangsa asing.
Dia iuga bisa menjalankan operasioperasi rahasia di luar negeri, di
tempat-tempat yang menjadi musuh Amerika. Wild Bill, begitu biasa ia dipanggil, membayangkan tugas
organisasi ini amat tricky. Untuk itu ia berharap CIA bisa
memanfaatkan broker Wall Street, kaum terpelajar dari Ivy League, para
serdadu bayaran, wartawan, stuntmen, perampok rumah bertingkat,
bahkan para penipu.
Donovan
adalah prajurit tua pemberani pahlawan dari medan pertempuran
Perancis semasa Perang Dunia II. Ia sangat suka spionase dan sabotase.
Ia adalah tentara sejati sekaligus seorang politisi buruk. Tak heran,
jika tak sedikit jenderal dan laksamana kurang suka padanya
Belakangan, Roosevelt sendiri tak suka dengan keinginan tersembunyinya
mendirikan Gestapo Amerika. Demikian pula dengan pengganti
Roosevelt, yakni Harry Truman.
Presiden Ronald Reagan dengan T-shirt kampanye antikomunis.
Di tangan Truman lah, impian Donovan dimatikan. Ia dipecat pada 1945, dan OSS dibubarkan. Namun, obsesi dan cita-cita Donovan tentang CIA tak sertamerta mati. Ia memiliki dua anak buah yang amat setia, yakni Allen W. Dulles dan William Casey
yang akan menjadi pemimpin masa depan CIA. Pada 1953, Allen W.
Dulles menjadi Direktur CIA menggantikan Bedell Smith. Sementara
William Casey menjadi direktur pada 1981, diangkat semasa
pemerintahan Ronald Reagan.
Spionase 8 operasi rahasia
Kalau
ada tokoh intelijen AS yang kemudian berhasil membuat CIA pandai
melakukan spionase dan peperangan atau aksi rahasia, mereka ini
pastilah Richard Helms dan Frank Wisner.
Mengawali karier sebagai agen muda OSS, Helms dan Wisner selanjutnya
mendirikan dua kubu yang berbeda. Sama dengan Allen Dulles dan
William Casey, keduanya juga terbilang murid William J. Donovan.
Richard Helms sangat terobsesi untuk mengetahui dunia dengan cara-cara pengintaian yang sabar dan bertahap, lewat operasi spionase. Sementara Frank Wisner cenderung ingin mengubah dunia lewat berbagai teknik peperangan atau aksi-aksi rahasia.
Masing-masing memiliki kubu dan loyalis. Kubu-kubu inilah, dengan
segala kekurangan dan kelebihannya, yang kelak turut menciptakan wajah
khas CIA di masa datang.
Wisner
yang sebelum menekuni profesi intelijen adalah seorang pengacara
berbaju militer selanjutnya membentuk kubu dengan anggota ribuan orang.
Dia merekrut dari beraneka ragam profesi. Mulai dari tentara,
orang-orang kantoran, seniman, hingga mahasiswa, dosen sekaligus para
profesornya mulai dari Yale, Harvard hingga Princeton. Dia juga
merekrut paruh waktu sejumlah pengacara, bankir dan veteran perang.
Mirip bisnis multi level marketing, “Mereka
lalu menarik orang-orang dari jalanan, siapa saja yang memiliki
darah panas yang bisa mengatakan ya atau tidak atau menggerakkan
lengan dan kaki,” ujar perwira CIA, Sam Halpern.
Wisner juga fasih bermain mata dengan para pimpinan tertinggi media cetak dan elektronik yang amat berpengaruh. Dia misalnya bisa “menyetir” pimpinan Time, Life dan Fortune, bahkan produser film di Hollywood, untuk kepentingan propaganda dan peperangan politik. Peran ini sangat ampuh tatkala AS berupaya membebaskan Eropa dari pengaruh komunis Soviet di penghujung dasawarsa 1940-an.
Wisner setidaknya membuka 36 stasiun di luar negeri (hanya dalam enam bulan), yang kemudian meningkat jadi 47 stasiun dalam tiga tahun.
Di setiap kota di mana stasiun itu dibentuk, dia mengangkat dua
kepada stasiun CIA. Satu bertanggung-jawab untuk urusan aksi rahasia,
satunya lagi untuk tugas-tugas spionase. Uniknya, agen-agen dari tiap
stasiun kerap bekerja tumpang-tindih, saling bajak, saling curi
agen, bahkan berkelahi.
Dengan kelihaiannya, Wisner
bahkan bisa merebut pesawat terbang, senjata, amunisi, parasut,
serta seragam-seragam cadangan dari Pentagon dan pangkalan militer di
daerah pendudukan di Eropa dan Asia, untuk kepentingan operasinya.
Dia bahkan mampu merebut gudang logistik militer senilai seperempat
miliar dolar.Posisinya di CIA memang sangat krusial.
“Dia bahkan bisa meminta personel dan bantuan serupa dari dinas mana pun di pemerintahan, setiap kali memerlukannya,” ujar James McCargar,
salah satu dari orang-orang pertama yang direkrut Wisner, mengenang.
Keberhasilan Wisner dan tim mengembalikan Uni Soviet ke batas lama
Rusia dan membebaskan Eropa dari cengkeraman komunis langsung
melambungkan namanya di mata kalangan petinggi Gedung Putih dan
Pentagon. Ini adalah proyek besar, di wilayah yang benar-benar jadi
perhatian dunia. Tapi tak banyak orang tahu kalau misi sebesar itu
hanya dikendalikan dari sebuah bangunan tua beratap seng milik
Departemen Perang, yang tersudut di antara Monumen Lincoln dan Monumen
Washington. Bangunan ini biasa disebut oleh para anggota Wisner: Istana Tikus.
Perjalanan
yang ditempuh Richard Helms agak berbeda. Jika Frank Wisner tak
pernah mendapat kesempatan menjadi direktur CIA, Helms mendapatkannya.
Dan itu terjadi di masa pemerintahan Lyndon B. Johnson. Tepat
setelah Eisenhower memberikan nasihat kepada pengganti John F.
Kennedy yang tewas tertembak di Dallas. Pada Juli 1965, Johnson
menelpon Ike untuk meminta nasihat tentang bagaimana memenangkan
perang di Vietnam.
Jawaban Ike singkat saja. “Kemenangan sangat bergantung pada intelijen yang baik. Inilah yang paling sulit.” Jawaban ini rupanya sekaligus dilontarkan untuk mengritik kerja William Raborn,
direktur CIA saat itu. Di tengah kepahitan yang harus diterima
Washington dan tentara AS di Vietnam, Raborn malah telah menenggelamkan “kapalnya” (maksudnya: CIA). “Anda akan mendapat kesulitan besar, kecuali tempat itu digantikan oleh Helms yang lebih berotak,” begitu kata senator Richard Russel.
Russel tampaknya mengagumi analisa Helms tentang kegagalan AS di Vietnam, “Vietnam
adalah mimpi buruk bagi saya. Kegagalan menembus pemerintah Vietnam
Utara benar-benar bikin frustasi. Kami tidak bisa memastikan apa yang
sedang terjadi di level tertinggi di pemerintahan Hanoi. Kami juga
tidak bisa membuat kebijakan. Penyebab paling mendasar dalam kegagalan
intelijen ini adalah ketidakpedulian bangsa kita tentang sejarah,
masyarakat dan bahasa Vietnam. Kita tidak memilih untuk mengetahui,
sehingga kita tidak tahu seberapa banyak yang kita tidak tahu. Ini lah
yang membuat kita banyak salah ambil keputusan.”
Ironi dan kontroversi
Helms diangkat sebagai Direktur CIA pada 30 Juni 1966
dengan kondisi keluarga yang hampir mirip dengan kebanyakan keluarga
intelijen. Jabatan itu menempatkannya sebagai salah satu orang
terkuat di Washington. Institusi yang dipimpinnya memiliki anggota
20.000 orang dan anggaran satu miliar dolar per tahun. Ia bekerja
mulai dari jam 06.30, sehari penuh, termasuk Sabtu, dan jarang
berlibur. Tak heran jika di rumah, ia hanya mendapati istri yang
sakit-sakitan karena kurang perhatian dan seorang putra yang putus
kuliah.
Joseph Stalin, Harry Truman dan Winston Churchill, bertemu dalam Konferensi Postdam di Jerman (1945). Ketiganya tampak akur. Di belakang ini semua, AS sangat menaruh kekhawatiran terhadap gerakan Stalin dan komunis Rusia, tak lama setelah Perang Dunia II berakhir
Ada tiga agenda besar yang harus dikerjakannya, melanjutkan tugas yang ditinggalkan Raborn. Pertama, di Laos, CIA harus bisa memotong jalur Ho Chi Minh Trail. Kedua, di Thailand, CIA harus bisa mengatur pemilu perdana menteri. Ketiga, di Indonesia, CIA harus bisa memberi dukungan rahasia bagi pemimpin-pemimpin yang telah membunuhi komunis.
Ketiga
negara merupakan kartu domino yang harus dijaga tetap berdiri dalam
barisannya. Jika salah satu tumbang, Vietnam akan tumbang.
Baginya,
posisi jabatan dan tugas-tugas itu lebih dari segalanya. Ini lah
puncak kebahagiaan bagi dirinya. Situasi ini benar-benar sebuah
kebalikan bagi rekannya, Frank Wisner, yang pernah terbang bersama-sama
meninggalkan Berlin menuju Washington demi satu tujuan: membangun CIA
yang kuat. Pada 29 Oktober 1965, tak lama setelah mendapat
kabar promosi Helms untuk menduduki posisi puncak CIA, ia pergi
berburu ke tanah luas miliknya di Maryland. Sore hari Letnan AL Frank Wisner naik ke atas rumahnya, mengambil senapan berburu, lalu menembak kepalanya sendiri!
Beberapa
bulan terakhir, kejiwaan Wisner bergolak. Hal ini terjadi menyusul
diberhentikannya dirinya dari posisi kepala stasiun London, untuk
kemudian dipaksa pensiun. Keluar masuk rumah sakit jiwa, ia menjadi
gemar minum wiski dan suka membicarakan Adolf Hitler. Ia tewas dalam
kefanaan di usia 56 tahun. Sungguh ironis. Kematiannya mengingatkan
orang pada nasib yang menimpa James Forrestal, pencipta dan komandan berbagai operasi rahasia CIA.
Setelah mundur dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan, 28 Maret
1949, ia sering menyendiri di Perpustakaan Kongres. Kepada Dr William
C Menninger, ahli jiwa yang ditunjuk Mabes AL, ia sering mengeluh
sulit tidur.
Pada malam ke-50 di ruang unit kejiwaan RS AL Bethesda, ia lalu menulis puisi Yunani, “Paduan Suara dari Ajax”. Pada sebuah bans, belum lagi ia sempurna menulis kata nightingale, ia menjatuhkan diri dan lantai 16. Nightingale rupanya adalah kata sandi perlawanan pasukan Ukrania yang diberi wewenang oleh dirinya untuk melawan pasukan rahasia Stalin.
Salah sato halaman dari panduan Marshall Plan. Program bantuan tunai dari AS untuk membangun kembali perekonomian di 16 negara Eropa dan Asia. Kabarnya, di balik program ini "terselip" kewenangan rahasia bagi CIA untuk menggunakan dana untuk peperangan politik melawan komunis Uni Soviet
Tidak
pendirinya, tidak organisasinya. Seolah keduanya memang bakal
menerima “karma” atas segala operasi kontroversial yang mereka
kerjakan. Kematian Wisner dan Forrestal hanyalah contoh. Selain
operasi mereka yang kerap menghalalkan pembunuhan atas nama
keselamatan negara, yang tergolong kontroversial adalah juga sumber
keuangannya. Tak pernah ada
lembaga pemerintahan yang mampu mengungkap bagaimana mereka bisa
mengelola dan mengeluarkan uang hingga jutaan dolar? Uang itu lah yang di antaranya untuk mendanai misi rahasia di berbagai negara dan menyuap politisi di berbagai negara.
Menurut Tim Weiner (Legacy of Ashes The History of CIA, 2007), salah satu pundi terbesar yang tak pernah habis dikeruk adalah “brankas” peninggalan proyek Marshall Plan. Marshall
Plan sejatinya adalah program bantuan tunai yang dirancang khusus
oleh Washington untuk pemulihan kerusakan di 16 negara Eropa dan tiga
negara Asia akibat Perang Dunia II.
Program antara 1947-1951 ini intinya digelar untuk memperkuat
pondasi perekonoman dan agar negara-negara itu bisa menjadi barikade
perekonomian serta politik AS dari segala upaya serangan komunis
Soviet. Disebut Marshall Plan karena program ini dilansir oleh Menlu AS
saat itu, George Marshall. Meski begitu, arsitek yang sesungguhnya adalah William L Clayton, James Forrestal, Allen Dulles, dan George Kennan.
Peta "Pandangan dari Washington"ini adalah gambaran peta dunia yang dibuat oleh AS pada saat era Perang Dingin. Warna-warna negara dalam peta tersebut menggambarkan aliansi politik negara tersebut.
Dari
ketiga arsitek terakhir itu saja, kita sudah bisa menduga apa yang
direncanakan. Jika Anda mencurigai sesuatu, percayalah, itu tidak
berlebihan Sebab, baik Forrestal, Dulles dan Kennan memang sempat
membantu merancang aturan tambahan rahasia yang memberi CIA wewenang
untuk melancarkan peperangan politik. Ketentuan ini membiarkan CIA untuk
bisa mengambil uang jutaan dolar dari proyek tersebut.
Prosedurnya sangat sederhana. Setelah Kongres menyetujui Marshall Plan, lembaga itu menyediakan dana sebesar 13,7 miliar dolar untuk jangka waktu lima tahun. Negara
penerima bantuan rupanya harus membayar kembali bantuan itu seolah
pinjaman. Nah, dari pinjaman (mungkin, berikut bunga) yang
dikembalikan itu lah CIA akan mendapat lima persen, yang secara
otomatis akan dikirim ke kantor-kantor perwakilannya di luar negeri.
Mengomentari pembocoran informasi seperti itu, sejumlah pengamat mengatakan, Marshall Plan tak lebih dari sebuah mesin raksasa pencuci uang.
Kerahasiaan praktik ini setidaknya berhasil ditutup-tutupi hingga
Perang Dingin berakhir, dan itu artinya hingga masa keruntuhan Uni
Soviet di tahun 1991. Model pendanaan seperti ini kabarnya telah menjamin keberlangsungan aksi rahasia dan mata-mata di seantero Eropa dan Asia.
Dana-dana rahasia ini tak ayal menjadi “pemompa darah”
operasi-operasi CIA. Mereka memiliki sumber dana yang tak terlacak,
yang bahkan kerap bikin geleng kepala elite politik. Itu karena tak
semua orang tahu, bahkan
Presiden pun kerap tak memahami bagaimana proses pendanaan itu
terjadi. Presiden AS lebih suka tutup mata dan tutup kuping, karena
disadarinya, semua itu, Marshall Plan, Doktrin Truman, dan semua
operasi rahasia CIA merupakan bagian terpenting dari strategi besar
melawan komunis dan Stalin.
Dan, Presiden termasuk CIA menyakini bahwa Uni Soviet pun memiliki
strategi serupa untuk melawan kepentingan AS di dunia, yang kerap
disebut berbagai pengamat dunia sebagai: kapitalisme Amerika.
Laksamana James Forrestal. salah satu tokoh AL AS yang banyak berkontribusi dalam operasi rahasia CIA. Dedikasinya yang mendalam membuat dirinya kerap diliputi kecemasan. Kecemasan ini lah yang akhirnya membuat dirinya sepakat mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri.
Sepanjang
jalannya Perang Dingin, CIA telah mengendalikan tiga orang agen yang
mampu menyediakan rahasia yang sangat bernilai tentang ancaman
militer Soviet. Tetapi semua sudah ditangkap dan dieksekusi. Dedikasi
mereka mengalahkan satelit mata-mata yang telah menghitung jumlah
tank dan rudal secara tepat. Pun, telah mengalahkan sekian banyak
alat penyadap yang telah merekam jutaan kata. Itu karena mereka telah
menguntit buruannya dari dekat.
Setelah
komunis Rusia runtuh sejalan dengan keruntuhan Uni Soviet, “sosok”
musuh AS bergeser. Seperti kita ketahui, kini bukan lagi komunis,
tetapi teroris. Sejak
kehancuran Soviet, CIA tidak semakin kuat dan lebih siaga. CIA telah
kehilangan lebih dari 3.000 orang terbaiknya. Sekitar 20 % dari
jumlah itu adalah mata-mata senior, analis, ilmuwan dan ahli
teknologi. Tambahan lagi, kira-kira tujuh persen karyawan sudah
keluar tiap tahunnya. Jumlah ini menambah kehilangan lebih dari
seribu agen rahasia berpengalaman dan hanya menyisakan tidak lebih
banyak dari seribu orang.
George Tenet,
semasa memimpin CIA pernah berkata, CIA menjadi gamang dalam
menghadapi masa depan dengan pasukan yang begitu lemah di barisan
depan. “Akan ada saatnya kita harus berlomba mengejar hal-hal yang
tidak kita perhitungkan sebelumnya, bukan karena seseorang tertidur
saat giliran jaga, melainkan karena apa yang sedang terjadi terlalu
rumit,” katanya. Apa yang dicemaskan terbukti lewat kehancuran akibat Serangan 11 September.
“Ada
harapan bahwa kita sudah membangun sistem intelijen tanpa cacat,
bahwa intelijen tidak hanya diharaplcan memberi tahu Anda apa yang
sedang menjadi tren, memberi tahu Anda tentang banyak kejadian, dan
memberi tahu Anda tentang pemahaman yang mendalam, tetapi juga dalam
setiap kasus yang bertanggungjawab memberi tahu Anda tentang tanggal,
waktu, dan kolusi suatu kejadian. CIA sendiri sudah lama menciptakan
harapan dan dugaan itu. Tetapi, baginya, ini hanyalah khayalan semata.
“Kita akan terus terkejut,” tukas Tenet. Dan, itu memang benar adanya.
singkat kata:
CIA
atau Central Intelligence Agency merupakan agen rahasia pemerintah
Amerika Serikat. Didirikan pada 18 September 1947 sesuai
penandatanganan NSA 1947 (National Security Act) oleh Presiden Harry S.
Truman
CIA merupakan kamuflase dari OSS (Office of Strategic Services) yang menjadi agen spionase Amerika untuk pemenangan Perang Dunia II (PD II). Pada saat PD II berkecamuk, Amerika secara diam-diam mengambil kesempatan dengan membangun kekuatan baru secara rahasia di Eropa demi membendung pengaruh komunis. Kerja keras agen rahasia Amerika semakin bertambah, ketika fasis Hitler mengalami kekalahan dan diikuti kemenangan dan kemunculan kekuatan sosialis dan komunis di Eropa, Asia dan Amerika Latin.
CIA merupakan kamuflase dari OSS (Office of Strategic Services) yang menjadi agen spionase Amerika untuk pemenangan Perang Dunia II (PD II). Pada saat PD II berkecamuk, Amerika secara diam-diam mengambil kesempatan dengan membangun kekuatan baru secara rahasia di Eropa demi membendung pengaruh komunis. Kerja keras agen rahasia Amerika semakin bertambah, ketika fasis Hitler mengalami kekalahan dan diikuti kemenangan dan kemunculan kekuatan sosialis dan komunis di Eropa, Asia dan Amerika Latin.
TIMELINE:
Presiden Harry Truman
13 Juni 1942:
Presiden Franklin D Roosevelt menandatangani perintah pendirian Dinas Intelijen Strategis (the Office of Strategic Services/ OSS) menggantikan Kantor Koordinator Intelijen (Coordinator of Intelligent/C01) dan mengangkat William J. Donovan sebagai Direktur.
1 Oktober 1945:
Presiden Harry S Truman mengeluarkan surat perintah no. 9621 untuk menghapus OSS dan memindahkan fungsinya ke dalam Deparlemen Luar Negeri dan Peperangan.
22 Januari 1946:
Presiden Truman menandatangani surat perintah pembentukan Central Intelligence Group di bawah National Intelligence Authority dan mengangkat Laks. Muda Sydney W. Souers sebagai Direktur.
18 September 1947:
The National Security Act tahun 1947 menetapkan the National Security Council dan the Central Intelligence Agency (CIA) menggantikan the National Intelligence Authority dan the Central Intelligence Group.
1 Desember 1950:
Direktorat Administrasi ditetapkan
2 Januari 1952:
Pembentukan Direktorat Intelijen
1 Agustus 1952:
Pembentukan Direktorat Perencanaan
4 Agustus 1955:
Presiden Dwight D. Eisenhower menandatangani surat
pengucuran dana 46 juta dolar AS untuk membangun kantor pusat CIA
3 November 1959:
Pembangunan kantor pusat CIA di Langley, Virginia.
5 Agustus 1963:
Pembentukan Direktorat Ilmu dan Teknologi
1 Desember 1964:
Presiden Lyndon B. Johnson menerima laporan harian (President’s Daily Brief /PDB) yang pertama.
1 Maret 1973:
Direktorat Perencanaan diubah menjadi Direktorat Operasi
1 November 1985:
Wakil Presiden George H.W. Bush memperluas kantor pusat CIA. Kantor baru ini terbangun tahun 1989.
18 September 1997:
CIA merayakan ulang tahun ke-50
26 April 1999:
Sebuah halaman di kantor pusat didedikasikan kepada George Bush Center untuk Intelijen.
4 Juni 2001:
Penggantian Direktorat Administrasi dengan CFO (Chief
Financial Officer), CIO (Chief Information Officer), Global Supporl, Sumber Daya Manusia dan Kantor Pendukung Misi Keamanan.
17 Desember 2004:
Presiden George W. Bush menandatangani the Intelligence Reform and Terrorism Prevention Act sekaligus restrukturisasi komunitas intelijennya. Menghapus posisi DCI dan DDCI serta mengatur ulang posisi Direktur CIA.
4 Januari 2005:
Membentuk Direktorat Pendukung menggantikan Kantor Pendukung Kegiatan
13 Oktober 2005:
Membentuk Layanan Klandestine Nasional menggantikan Direktorat Operasi
http://sejarahperang.wordpress.com/2010/12/19/cia-dinas-intelijen-terbesar-didunia/ http://sejarahperang.wordpress.com/2010/12/19/timeline/ http://en.wikipedia.org/wiki/Central_Intelligence_Agency http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Intelijen_Pusat http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/20/sejarah-cia/
http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=136455
0 comments
Post a Comment
Mari tinggalkan komentar yang baik dan benar